My quote

"life is searched by you, you is searching your life"

Sunday, December 19, 2010

Love life is like a long thread (1)

Disclaimer : Hey!Say!JUMP, NYC Boys
Starring : Aiko Kobayashi as Aiko, Arisa Rizuki as Arisa, Yamada Ryosuke as Ryosuke, Yuto Nakajima as Yuto and Hey! Say! JUMP, NYC boys as friends.

The first long story, are made by Arisa and Aiko. Let's enjoy, till the end, thank you (Keito's accent)

(ARISA)
Aku membuka jendela kamar yang tak jauh dari tempat tidurku. Terlihat matahari yang sedang memancarkan sinarnya yang bermanfaat, juga burung-burung yang berterbangan menambah suasana indah pagi ini. Tak sengaja aku lihat di teras rumah, terdapat sosok 2 orang yang sepertinya kukenal. Aku pun mengambil kacamata yang berada di meja lalu kembali duduk di jendela kamar. Ternyata Aiko dan Ryosuke. Tumben mereka datang ke rumah pagi sekali, batinku. Aku pun melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 9. Olala, aku hampir lupa kalau aku sudah berjanji dengan mereka akan jalan-jalan! Lima menit kemudian, kamarku terlihat seperti kapal pecah dengan mukaku yang seperti kapal pecah juga. Kusegerakan merapihkan penampilanku. Mamaku berteriak agar aku membereskan tempat tidur namun kuhiraukan, aku pun berpamitan.
“Maaf yah terlambat.” Kataku sambil merapihkan rambutku. Padahal sudah kupotong pendek namun tetap saja terlihat berantakan. Kata mamaku sih karena aku malas merawat rambutku, harus kuakui itu kenyataan.
“Hm, tak apa.” Kata Aiko, tersenyum kepadaku.
“Kita sudah terbiasa menunggu berjam-jam di rumahmu, ya kan Aiko chan?” kata Ryosuke menyikut pelan lengan Aiko. Aiko hanya tersenyum.
“Kita mau kemana nih kira-kira?” kataku polos.
Ryosuke menyipitkan matanya kepadaku. Aku tak mengerti maksudnya apa.
“Astaga, ada perempuan pikun rupanya disini.” Kata Ryosuke sengaja membesarkan suaranya.
“Kan waktu kemarin kita udah sepakat mau ke Shibuya.” Kata Aiko kalem.
“Oh iya ya, hehe, saya lupa. Gak pikun juga ya Mr. , maunya apa sih si Mr. ini?” kataku, dengan volume yang kecil, pura-pura kesal. Ryosuke tertawa puas.
“Mau beli apa memangnya?” Tanya Aiko kepada Ryosuke.
“Hm, gak tau, rencananya aku mau membeli jas untuk pesta keluarga.”
“Lho? Kok gak sama okaasan atau otoosan? Memangnya tidak apa?” tanyaku.
“Ya gapapa, justru mereka ‘sebenarnya’ menyuruh kalian untuk menemaniku membeli jas.” Kata Ryosuke nyengir.
“Cengar-cengir aja, kebiasaan.” Kataku melirik sinis.
Kami pun pergi kesana memakai mobil Ryosuke, dengan Ryosuke sebagai supir, Aiko duduk di bangku depan sebelah Ryosuke dan aku duduk di belakang. Aku sempat ditanyai mengapa aku tidak mau duduk di depan. Alasanku simple saja, yaitu aku ingin berselonjor kaki di kursi belakang dan lebih lega. Sambil menikmati perjalanan, aku membuat kopi hangat yang kebetulan tersedia di mobil Ryosuke.
(AIKO)
Hari Minggu ini adalah hari yang indah menurutku. Aku akan menemani Ryosuke pergi berbelanja. Sebetulnya dengan Arisa juga, tapi tak apa. Kami(aku, Arisa dan Ryosuke) berjanji untuk bertemu di rumah Arisa yang kebetulan dekat dengan Shibuya. Sudah kuketahui kebiasaan Arisa yaitu suka ngaret sehingga aku dan Ryosuke harus menunggu hampir 2 jam.
Seperti biasa aku melihat kelakuan Arisa yang sangat berbeda jauh denganku. Kadang, ada saja sifat urakannya yang membuat aku iri dengannya, dan entah kenapa juga setiap ia bercanda dengan Ryosuke, aku merasa cemburu. Ingin aku juga bisa seperti dia, sehingga Ryosuke senang dan nyaman berada di dekatku.
Tumben sekali Arisa tidak mau duduk di kursi depan. Biasanya ia yang duduk di kursi depan dan aku di kursi belakang. Katanya agar ia bisa beristirahat karena kursi belakang lebih luas. Hm, aku tidak sepenuhnya percaya dengannya, tapi ya sudahlah, aku mengalah.
Rasa deg-degan itu muncul saat perjalanan. Aku tak sengaja melihat Ryosuke yang sedang serius menyetir mobil. Wajahnya begitu tampan dan bersinar. He’s perfect boy that I’ve ever met!
“Doushita no Aiko chan?” Tanya Ryosuke ketika aku sedang melihatnya.
“Ahh, iie, daijoubu desu. Aku hanya… hanya melamun saja.” Kataku, gugup dan langsung memalingkan mukaku. Mungkin mukaku memerah namun tak begitu terlihat sepertinya.
“Sokka. Oya, maaf ya kalau misalnya nanti kita akan pulang sore, karena aku gak hanya beli itu saja.” Kata Ryosuke.
“Tenang bro! Santai aja lagi, kita kan lagi tidak punya acara, ya kan Aiko?” kata Arisa kepadaku. Aku hanya mengangguk.
Akhirnya kami pun sampai di Shibuya. Setelah itu kami langsung menyusuri deretan toko jas yang ada di dalamnya.
“Hei kalian, aku mau beli sesuatu nih, aku pisah ya, ntar ketemu di café.” Kata Arisa sambil menunjuk café yang ada di seberang.
“Oh boleh-boleh, hati-hati ya.” kata Ryosuke.
“Tenang, gak bakal digigit. Hahaha.” Kata Arisa.
“Sudah sana, ntar keburu tutup loh tokonya.” Kata Ryosuke, mungkin ia tak mau mendengar celotehan Arisa lagi.
Kami berjalan dengan diam tanpa suara, hingga akhirnya kami sampai di sebuah toko besar.
“Yokatta! Akhirnya ketemu juga tokonya.” Kata Ryosuke yang berubah ekspresinya menjadi senang.
“Eh? Toko apa?” kataku, masih melihat kanan-kiri jalan.
“Ini nih, biasanya ayahku beli jas disini.” Kata Ryosuke.
“Ohh, oke, masuk saja yuk.” Kataku.
Aku sempat terpana dengan bentuk ruangannya yang tenang. Aku melihat-lihat baju yang dipajang sampai akhirnya aku menemukan baju yang disuka. Saat aku lihat harganya. Oh, astaga! Gaun pendek bermotif bunga berwarna merah itu mempunyai harga ¥300,000!, harga itu tidak mencukupi uang yang kubawa hari ini.
Aku terus memberikan pendapat ketika Ryosuke menanyai tentang baju-baju yang akan ia beli. Hm, kelihatan seperti suami istri saja. Rasanya mukaku memerah ketika mengingat hal itu.
“Aiko chan, bagaimana dengan yang ini?”
“Hm, gak terlalu pas dengan warna kulitmu, coba yang coklat kehitaman, mungkin cocok.” Kataku. Dan ternyata itu benar.
Walhasil Ryosuke mendapat setelan jas dengan kemeja juga dasi. Serasa pegawai kantor saja. Ryosuke mengucapkan terima kasih lalu pergi ke café, tempat dimana nanti kami dan Arisa akan bertemu.
(ARISA)
Aku meninggalkan mereka berdua. Hm, tak apa. Aku juga punya kepentingan sendiri. Aku menyusuri toko-toko untuk menemukan toko alat music berada. Setelah setengah jam berlalu akhirnya aku menemukan toko alat music yang lumayan besar tempatnya.
Ups, sepertinya aku salah masuk karena ternyata toko ini banyak sekali bule sehingga kemungkinan besar percakapan dengan pegawai toko memakai bahasa Inggris. Namun kucoba dulu dengan memakai bahasa Jepang.
“Sumimasen.” Kataku kepada salah satu pegawai toko.
“ Ya, toko Simfoni, ada yang bisa kami bantu?” tanyanya ramah. Oh, ternyata bisa juga memakai bahasa Jepang.
“Saya mau membeli senar gitar dan biola, ada?”
“Ada, 1 set?” Tanya pegawai toko. Aku mengangguk.
“Tunggu sebentar.”
Tak lama kemudian datanglah seorang cowok berbadan kurus dan tinggi sekitar 180 cm memasuki toko.
“Excuse me, is this Simfoni musical instrument’s shop?”
“Yes, what’s the matter Mr.?” tanyaku.
“Are you one of officer in here?”
“No, I call the officer first.” Lalu aku memanggil pegawai toko. Pegawainya pun menemuiku.
Laki-laki itu berbincang-bincang dengan pegawai, fasih benar bahasa Inggrisnya. Mungkin orang luar negeri, namun berparas Jepang. Tak lama pegawai toko tersebut membawa yang aku pesan dan aku keluar dari toko. Namun laki-laki itu mencegatku.
“Excuse me nona, may you be my guide?” tanyanya. Ia membuatku kaget.
“For what?” tanyaku, masih kaget plus ia memanggilku nona.
“Because I was lost from my father. Maybe he will wait me in parking area. May you?”
“Oh okay, with pleasure.” Kataku lalu kami pun berbincang-bincang.
Akhirnya aku mengetahui bahwa ia adalah seorang American dan Nippon. Ayahnya mengajaknya liburan kesini. Kebetulan di Amerika sedang dipertengahan musim gugur dan dingin. Ia mengaku bahwa ia tak bisa berbicara bahasa Jepang. Ia hanya bisa mengerti namun tak bisa mengucapkannya. Hm, sama seperti aku, aku tak fasih berbicara bahasa Inggris hanya aku mengerti maksudnya. Setelah sampai di parkiran, ayahnya menghampirinya. Ia mengucapkan terima kasih kepadaku dan pergi meninggalkanku.
“Yahh, aku lupa menanyakan siapa namanya.” Batinku. Namun aku segera melupakan pikiran itu.
Aku menyusuri kembali toko-toko untuk pergi ke café tempat aku dan Ryosuke juga Aiko akan bertemu. Aku mencari-cari mereka setelah aku sampai di depan café, ternyata mereka duduk di ujung café. Aku bisa merasakan pancaran mata Aiko yang berbeda kepada Ryosuke. Hm, ada apa ini? Kok aku merasa tidak nyaman yah? Batinku. Lagi-lagi aku harus melupakan pikiran buruk itu dan menyapa mereka.
“Hooyy!” sapaku sambil menepuk pundak mereka berdua.
“Lama sekali.” Kata Ryosuke.
“Maaf, aku tadi sempat mengobrol dengan seseorang, makanya aku lama kesini.”
“Kau beli apa Arisa?” Tanya Aiko.
“Aku beli senar, senar gitar dan biolaku putus, makanya harus segera kuganti.” Kataku. Lagi-lagi aku menangkap pandangan aneh Aiko kepada Ryosuke.
“Eh, kami baru saja makan, kau belum makan kan?” kata Ryosuke.
“Belum lah, daritadi aku jalan-jalan, mana sempat aku makan.” Kataku , sedikit memberikan nada datar menanggapi pertanyaan Ryosuke.
“Hm, aneh, tadi kau cerewet sekali kenapa sekarang kau bersikap dingin?” Tanya Ryosuke.
“Oya, katanya kau mau pesan makanan.” Kata Aiko. Aku pun tak jadi menanggapi pertanyaan Ryosuke tadi dan segera memesan makanan.
“PR untuk besok apa Aiko?” Tanya Ryosuke. Kebetulan kami sekelas sehingga enak untuk menanyakan, terutama PR. Diantara kami, Aiko yang termasuk paling rajin.
“Hm, sepertinya hanya Matematika.” Jawabnya singkat.
“Hah, enak tuh, kalian sudah pintar, sedangkan aku? Matematikaku nilai jongkok.” Kataku sambil mencomot sandwich yang baru kupesan.
“Hei, walaupun gitu kau pernah mengungguli kami, sekali ulangan kau dapat nilai 100.” Bela Ryosuke.
“Haa, itu zaman kapan coba?” kataku.
“Sudah-sudah, jangan berantem.” Lerai Aiko.
(AIKO)
Sudah 20 menit lamanya aku dan Ryosuke menunggu Arisa di café ini. Ryosuke hanya diam dan memandang sekeliling. Tak enak juga jika terus diam-diaman seperti ini, kuberanikan mengobrol dengannya.
“Tak ada yang akan dibeli lagi?” tanyaku.
“Hm, tidak ada, jadi sekarang hanya menunggu Arisa.” Kata Ryosuke yang masih menatap ke luar jendela café. Ruang café itu dibuat tembus pandang sehingga pengunjung luar dapat melihat ke dalam.
“Ngomong-ngomong soal PR, nanti tolong smsin yah.” Kata Ryosuke.
“Sip-sip. Oh ya, waktu kemarin kamu gak masuk yah? Kenapa?” tanyaku.
“Wah? Memangnya Arisa tidak memberitahumu? Kemarin aku tidak masuk karena aku ada urusan.” Kata Ryosuke sambil memakan sandwich yang dipesan.
“Engga tuh, ya sudahlah tidak apa-apa.” Kataku dan meminum mocca latte.
Lalu aku menceritakan keadaan kelas sampai kami tertawa bersama. Tak lama kemudian Arisa datang dengan muka datar. Aneh. Tak seperti biasanya. Dan ia tak mau menceritakannya. Ya sudah kuhiraukan saja.
Arisa memesan makanan yang sama dengan Ryosuke. Sandwich dan Lemon Tea. Hm, entah mengapa kali ini aku sedikit cemburu dengan kesamaan mereka. Mereka menyukai Sandwich dan Lemon tea. Ryosuke terlihat tidak mempedulikan pesanan Arisa, ia hanya duduk tenang sambil menikmati makanannya itu. Aku pun hanya meminum mocca latteku sambil sesekali melihat ke luar menikmati pemandangan luar yang ramai di daerah Shibuya ini.
Sesekali Arisa berdebat dengan Ryosuke karena pelajaran. Hey! Aku tahu Arisa itu pintar tapi mengapa Ryosuke itu harus membelanya? Aku kesal dibuatnya.
“Kau ingin pergi kemana lagi?” Tanya Ryosuke kepadaku saat perjalanan pulang.
“Ahh tidak, hari ini aku sudah lelah jalan-jalan dan mulut juga udah capek banget buat ngomong. Makanya daritadi aku hanya diam saja.” Kata Arisa sambil melonjorkan kedua kakinya di bangku belakang mobil.
“Emang daritadi kamu ngomong yah? Perasaan baru tadi saja.” Kata Ryosuke penasaran.
“Ups keceplosan.” Kata Arisa setengah berbisik namun terdengar olehku. Entahlah jika Ryosuke mendengarnya. Ternyata tidak.
“Aiko, kau tidak membeli apa-apa?” kata Arisa.
“Eh? Engga, aku sedang tidak berniat berbelanja.” Kataku, kaget karena ia membuyarkan lamunanku.
“Wah, sudah sampai di rumahmu Ris, sampai bertemu besok, jaa mata ashita!” kata Ryosuke melambaikan tangannya. Arisa turun dari mobil, membalas lambaiannya dan tersenyum. Senyuman yang terlihat berbeda dari biasanya.
(ARISA)
Kami(aku, Aiko dan Ryosuke) pun pulang dengan diam tak bersuara. Aku sudah lesu karena entah mengapa hari ini terlalu capek bagiku. Namun berkesan juga mengingat ada orang asing yang tiba-tiba menawariku menjadi guidenya dan ia memanggilku nona. Tak lepas dari itu, aku juga bisa membetulkan gitar dan biolaku yang sudah lama rusak sehingga aku bisa bermain keduanya.
Lalu aku pun sampai di rumah. Rumah begitu sepi, hanya ada pembantu di dalamnya. Aku segera memasuki kamar untuk membetulkan gitar dan biolaku.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore, aku pun keluar sebentar untuk menghirup udara segar. Iseng-iseng aku SMS Ryosuke sedang apa. Aku sering melakukannya dan ia berbaik hati mau membalasnya.
Di persimpangan jalan, aku melihat seorang bapak yang sepertinya kukenal wajahnya.
“Ara, ojiisama.” Kataku dan membungkukkan badan seraya member hormat.
“Eh Arisa, tak sengaja bertemu. Tidak bersama Ryosuke?” tanyanya.
“Ahh tidak, dia hanya mengantar saya sampai rumah. Sedang apa disini?” kataku.
“Hanya menghirup udara segar dan sekalian jalan-jalan. Ayo ikut ayah.” Katanya. Ia ayahnya Ryosuke, kadang-kadang aku memanggil dia Ayah namun beliau tidak keberatan.
“Ini buatmu.” Katanya, beliau memberikanku 1 cone es krim berwarna pink sesuai rasa kesukaanku, stroberi.
“Eh, oh, terima kasih banyak, jadi merepotkan.” Kataku, canggung ketika menerima es krim tersebut.
Ayah Ryosuke pun menceritakan apapun yang ada di benaknya hingga 2 jam berlalu. Mungkin ia butuh seseorang yang bisa berbagi cerita. Perlu diketahui bahwa sudah lama istrinya alias mama Ryosuke meninggalkannya karena ia sudah dipanggil duluan oleh Yang Maha Kuasa.
Aku mendengarnya dengan seksama. Beruntunglah beliau mempunyai Ryosuke. Sudah jarang ada cowok yang memang baik, terutama dengan cewek.
Setelah asyik mengobrol, kami pun pulang bersama. Begitu sampai rumah, suasananya masih sepi, mungkin lebih sepi karena jalanan sudah tidak dipenuhi oleh kendaraan.
(AIKO)
Pagi begitu cepat datang ketika waktu istirahat telah habis. Ke sekolah lagi, batinku. Untungnya aku sudah menyelesaikan PRku dengan baik sehingga mengurangi bebanku untuk bersiap-siap ke sekolah. Aku segera bersiap-siap dan pergi ke sekolah…
Mungkin keberuntungan berpihak padaku. Ketika sedang menunggu bis, aku melihat mobil sedan menghampiriku. Ternyata Ryosuke ada di dalamnya!
“Hei, masuk saja.” Kata Ryosuke ramah.
Aku pun masuk dan duduk di sebelah dia di bangku depan mobil. Ryosuke yang menyetir mobilnya.
“Tumben kau pergi agak siang, biasanya kau selalu pagi.” Kata Ryosuke sambil mengunyah sandwich yang dibawanya dari rumah.
“Haha, sesekali, memangnya tak boleh?” tanyaku, berusaha menjahilinya.
Ryosuke hanya menyengir.
(ARISA)
“Tumben Aiko belum datang.” Batinku saat aku memasuki kelas. Aku pun duduk di bangku ketiga di depan meja guru. Kebetulan aku membawa laptop hari ini sehingga aku bisa menaransemen lagu-lagu kesukaanku. Aku menyalakan laptop dan mengeluarkan headset untuk mendengarkan lagu asli serta hasil aransemen yang kubuat.
Tak lama kemudian Aiko dan Ryosuke masuk ke kelas. Kupandangi dari pantulan kaca di pintu kelas. Mereka terlihat akrab dengan arti berbeda, pikirku. Ahh, aku berpikir buruk lagi tentang mereka. Sudahlah, jangan berpikir aneh-aneh, batinku.
“Hey Aachan, kau sedang bikin apa?” Tanya Ryosuke yang kemudian duduk di bangku sebelahku.
“Ohh ini, aku lagi menaransemen lagu-lagu kesukaanku.” Kataku sambil memberikan satu headset untuk Ryosuke mendengarkan aransemenku.
“Hm, biar kutebak, ini lagunya Shiver, Gazette yah? Aku lumayan suka lagu ini.” Kata Ryosuke.
“Wah iya? Kukira kau tak suka, kau kan biasanya suka yang mellow nan galau gitu.” Kataku bercanda. Ryosuke menyikut sikutku pelan.
“Ahaha, galau terus nanti jadi beneran, kan kali-kali suka lagu rock.” Kata Ryosuke membela dirinya. Aku hanya mencibir. Ryosuke memukulku.
“Woy Mr., biasa aja mukulnya, sakit tahu!” kataku, pura-pura cemberut.
“Maaf nona, saya tak sengaja.” Kata Ryosuke, mendengar kata nona aku jadi teringat bule itu.
Aku hanya tertawa menanggapinya.
(AIKO)
Aku sedang mengerjakan tugasku di latop ketika itu Ryosuke menghampiriku. Alasannya cukup simple, yaitu ia tidak punya teman mengobrol. Arisa sedang dipanggil Wali kelas, entahlah karena apa, aku tak mau berurusan lebih lanjut. Aku menawarkan sebatang cokelat untuknya, dan ia pun senag hati menerimanya.
“Tumben kau bawa coklat. Lagi kenapa sih?” Tanya Ryosuke. Nadanya seperti orang yang ingin tahu betul maksudku.
“Ahh, iseng saja, terlalu banyak coklat di rumah membuatku mual, untuk itu aku membawanya ke sekolah.”
Ryosuke hanya berkata “oohh” sambil menganggukkan kepalanya pelan. Kemudian ia mencomot cokelat yang kuberikan tadi. Ekspresi mukanya yang lucu saat makan membuatku tertawa pelan, untung Ryosuke tidak mendengarkan hal itu. Syukurlah..
Rasa deg-degan itu kembali muncul saat Ryosuke mengelap bibirku dengan lap tangannya..
“Kau makan lucu sekali..” kata Ryosuke.
“Masa?” kataku setengah tak percaya, bukannya terbalik yah?
“Bibirmu ada yang terkena cokelat, sini aku bersihkan..”
Momen itu terlihat sangat lamaa sekali. Seakan bumi berhenti berputar. Waktu berhenti berdetak. Kami seakan berada di dimensi dimana kehidupan akan berhenti sepersekian detik. Aku merekam dengan jelas saat-saat itu.
“Sudaah.. Kau bisa makan kembali sepuasnya, ingat, bersihkan kalau kau sudah tak ingin memakannya, oke?” kata Ryosuke sambil mengacungkan jempolnya.
“Heii kaliaaan..” kata Arisa menghampiri kami yang sedang duduk di taman.
“Lama sekali, ada urusan apa?” Tanya Ryosuke penasaran.
“Ahh tidak, not really important for you..”
“Tuh kan, ayolah cerita.” Ryosuke meminta Arisa untuk menceritakan kepergian Arisa tadi. Intinya sih Arisa akan menjadi salah satu player solo yang akan mengisi acara di sekolah yang diadakan beberapa bulan sekali, sebenarnya intinya adalah untuk menyambut tamu dari luar.
“That’s all, anything else Mr.?” Tanya Arisa yang kelihatannya Ryosuke tidak puas akan jawaban Arisa. Ayolah, itu hal yang tidak penting menurutku, mengapa harus curiga lebih dalam?
“Haha, okay-okay, it’s enough.” Ryosuke mengacungkan kedua jempol tangannya pertanda puas.
(ARISA)
Ah, benarkah? Benarkah Ryosuke sedang bermesraan dengan Aiko tadi di taman? Kapan mereka jadian? Pikiran itu mulai merasuki otakku karena entah mengapa aku merasa dikhianati oleh sahabatku sendiri. Tapi aku belum punya cukup bukti untuk memvonis itu semua. Lalu kuakhiri saja pikiran burukku yang tak sengaja terlintas itu.
Pulangnya aku bersama Ryosuke saja karena Aiko sedang ada keperluan sehingga tidak bisa pulang bersama. Aku tidak mau mencegatnya karena itu bisa mengganggu privasinya. Akhirnya kubiarkan saja. Aku pun meminta Ryosuke untuk pergi ke kedai yang sama dengan saat aku bertemu dengan ayahnya dan memakan es krim.
“Ayahmu memang hobi jongging yah?” kataku sambil menjilati krim-krim es krim.
“Tidak, ia jarang melakukan itu, hanya sesekali, mengapa?” kata Ryosuke, menyodorkan biscuit cokelat kesukaannya kepadaku.
“Ahh, tak apa, aku hanya ingin menanyakan saja.” Kataku, berusaha menyembunyikan ekspresi berpikirku, takut Ryosuke akan curiga.
“Ohh.”
“Entah mengapa aku sedang tidak mau Aiko berada di antara kita.” Kataku, suaraku tak terdengar jelas karena ada sebuah mobil yang melesat kencang dekat kedai tersebut.
“Apa? Tadi kau berkata apa?” Tanya Ryosuke.
“Ahh, tidak, aku hanya berkata, tambah komplit jika Aiko berada disini.” Kataku berbohong, maafkan aku Ryosuke.
Ryosuke hanya melihat ke sekeliling, mungkin tidak menganggap pernyataanku tadi. Aku pun menjilati es krim cone ku yang sudah mau meleleh.
(AIKO)
Kegiatan les membuatku tak nyaman, apalagi kondisi kelas yang tidak mendukungku untuk bergaul ke lebih banyak teman.
Setelah les aku pun cepat-cepat pulang. Sambil menyusuri jalan tak sengaja aku melihat Arisa dan Ryosuke sedang menikmati es krim berdua di kedai yang biasa mereka tempati untuk makan. Tanpa basa-basi aku pun langsung kesana dan menghampiri mereka. Entah apa dan kenapa aku berpikir untuk menghampiri mereka, padahal aku bukan tipe orang pengganggu.
“Hei.” Kataku sambil menghampiri mereka dan duduk di kursi depan Arisa.
“Eh ada Aiko chan, mau kubelikan es krim?” Tanya Ryosuke.
“Oh boleh-boleh.” Kataku dan Ryosuke pun memesan es krim dengan rasa yang sama dengan yang mereka(Ryosuke dan Arisa)makan.
“Kau habis dari mana?” Tanya Arisa sambil mengunyah cone es krim.
“Eh, mm, dari les, kebetulan hari ini ada materi penting jadinya rugi saja kalau tidak pergi les.” Kataku. Aku melihat Ryosuke, ia sedang memainkan keyboard handphonenya.
“Ohh gitu, ya sudah mari bersenang-senang disini.” Kata Arisa tersenyum. Tak lama kemudian, pelayan pun mengantarkan es krim ke meja kami.
“Makasih.” Kataku dan segera menjilati es krim tersebut.
Ada suara handphone berbunyi, ternyata berasal dari Arisa. Arisa pun pergi keluar café untuk mengangkat telepon, mungkin tak enak saja kalau orang-orang di sekitarnya tahu tentang privasinya.
Tak lama setelah itu, Ryosuke mulai mengajak berbicara.
“Aiko chan, jikalau nanti kau sudah lulus SMA, kau akan melanjutkan sekolah dimana?” tanyanya.
“Hm, mungkin tetap disini saja kali yah, aku tak mau jauh-jauh dari keluargaku dan sahabatku.” Kataku.
Lalu kami pun terdiam. Awalnya aku berniat untuk mengambil kertas yang berada di dekat tangan Ryosuke, namun entah mengapa aku malah memegang tangannya.
“Eh, maaf gak sengaja.” Kataku. Lagi-lagi mukaku memerah. Untungnya Ryosuke tak paham.
“Eh, maaf untuk?” dia malah tak mengerti. Aku hanya tersenyum dan sepertinya ia tak mau melanjutkan lagi pembicaraan tersebut.
Arisa pun datang..
“Hei teman-teman, maaf aku harus pulang sekarang, ada urusan mendadak, see you.” Kata Arisa lalu pergi meninggalkan kami berdua.
Dengan jantung yang kini berdetak seribu kali lebih cepat, aku pun berusaha untuk tetap biasa, normal. Untuk mengalihkannya aku berusaha menggeser gaya dudukku agar lebih nyaman.
“Mau pulang tak?” Tanya Ryosuke, tumben ia mau bertanya hal yang kurang begitu penting.
“Boleh saja sih..” kataku. Terdengar gerimis yang cukup deras. Aku hendak bilang kita harus nunggu gerimis reda namun ternyata Ryosuke membawa payung.
“Aku membawa payung, jadi tak usah memikirkan kita akan kebasahan, oke?” katanya sambil mengacungkan jemponya. Aku tersenyum.
Kami pun keluar. Ryosuke membuka payungnya dan menarik tanganku untuk ikut bersamanya. Aku menurutinya. Di bawah naungan payung merah itu, aku merasa tubuhku makin dekat dengan tubuh Ryosuke. Ternyata aku dirangkul dan seperti hampir dipeluk olehnya. Alasannya karena ia tak ingin melihatku kehujanan dan kebasahan. Ia juga memberikanku jaket yang ia pakai tadi. Manisnya momen ini tak akan kulupakan selamanya.
(ARISA)
Malam pun tiba,aku pun membuka akun jejaring sosial yang sudah lama tidak kubuka. Layout situs itu telah berganti muka dan sudah banyak aplikasi-aplikasi yang ditambahkan. Mungkin sekarang situs itu sudah maju mengingat semakin banyak negara yang memakai situs tersebut.
Aku melihat Aiko telah mengupdate notes yang merupakan salah satu fasilitas di situs itu. Aiko senang sekali menulis, terutama puisi. Setiap puisi yang ia tulis selalu membuat si pembaca berpikir 2 kali lebih keras untuk dapat mengetahui arti puisi tersebut.
Tak menyangka, di hari senja itu
Dibawah lingkaran merah, kami bertemu dan menyatakan kasih
Tumben Aiko menulis puisi dengan romantis, batinku. Apakah ia sedang suka dengan orang lain? Handphoneku bergetar yang ternyata pesan masuk dan aku segera membacanya. Dari Ryosuke.
(AIKO)
Aku senang hujan. I Love Raining. Hujan membuatku merasa nyaman, hujan membuatku ingat kenangan-kenangan yang indah itu, yang takkan kulupakan. Semua itu membuatku berpikir bahwa apakah Ryosuke juga suka denganku?
Aku pun masuk kelas dengan muka yang berbinar-binar. Arisa menyambutku dengan sukacita. Hm, awal yang bagus.
“Hai Aiko.” Sapa Arisa, ia tersenyum.
“Hai Arisa, hm, Ryosuke mana?” tanyaku, dengan muka tak tahu menahu dan tanpa dosa.
“Gak tau, belum datang kali.” Kata Arisa, ia pun membaca buku.
Aku mulai menunggunya. Ia tak kunjung datang…
Bel telah berbunyi, awal pelajaran hampir dimulai, namun ia belum tampak batang hidungnya. Lalu aku mulai menghiraukan kehadirannya. Tak lama kemudian..
(tok tok tok)
“Ya masuk.” Kata Yuuki sensei yang kebetulan mengajar di kelas ini.
Seseorang pun masuk. Ternyata Ryosuke! Mukaku terlihat berbinar-binar lagi karena aku percaya ia akan datang.
“Maaf sensei, saya tadi berobat ke dokter, ini suratnya.” Kata Ryosuke menyerahkan surat dokter.
“Ya sudah, kamu boleh duduk.” Kata Yuuki sensei, lalu Ryosuke pun duduk di tempat biasanya. Di belakang Arisa.
“Pelajaran kembali dilanjutkan.” Sahut Yuuki sensei.
(ARISA)
“Sstt.. Aachan, Aachan.” Suaranya sangat familiar dan sepertinya kukenal. Ternyata benar. Ryosuke yang memanggilku.
“Mau tidak kau mengantarkan aku ke klinik sekolah?” Tanya Ryosuke kepadaku. Mukanya terlihat pucat.
“Boleh boleh, sekarang saja.” Kataku dan segera menarik tangan Ryosuke untuk cepat-cepat keluar kelas.
“Kenapa kau bisa seperti ini?” Tanyaku dengan nada cemas. Aku khawatir akan terjadi apa-apa dengannya. Mengingat sebentar lagi akan ada ulangan akhir.
“Hm, gak apa-apa, kemarin hanya kehujanan sedikit, itu pun tidak membuatku basah kuyup. Uhuk uhuk.” Kata Ryosuke, dan ia pun terbatuk-batuk.
“Kau ini, sudah dibilang kan kalau kau alergi hujan, mengapa kau tidak menghindar saja?” tanyaku, masih dalam keadaan cemas, namun lebih parah dari itu. Aku memegang tangan Ryosuke. Tangannya panas dan sepertinya ia akan terkena demam.
“Ayo buruan, sebelum panasmu makin parah.” Kataku.
Akhirnya kami pun sampai di klinik sekolah. Ryosuke pun langsung membaringkan tubuhnya sedangkan aku menyiapkan kompresan.
“Maaf ya membuatmu repot.” Kata Ryosuke, ia tersenyum dengan muka pucat. Terlihat kasihan sekali.
“Sudah tak apa, aku kan berniat hanya ingin menolongmu. Sudahlah tak usah dipikirkan, anggap saja ini sebagai tanda persahabatan.” Kataku tersenyum.
“Kalau kau ingin melanjutkan pelajaran, silahkan saja, ditinggal sendiri disini tidak apa-apa, aku sudah senang kau sudah menolongku.” Kata Ryosuke.
“Iya sama-sama.”
Kubiarkan Ryosuke tidur lelap, sementara aku akan memanggil suster untuk membawa makan untuk Ryosuke supaya bisa minum obat nantinya.
Aku memandanginya. Tepat saat ia menunjukkan seluruh bentuk wajahnya. Tampan, kataku dalam hati. Kurapihkan rambutnya yang lumayan berantakan saat ia sedang tidur. Rupa wajahnya mirip dengan adikku yang baru meninggal. Tak terasa air mataku mengalir.
“Arisa..” kata Ryosuke. Suaranya serak dan merintih.
“Iyaa, ini, kau minum dahulu.” Kataku sambil membantunya duduk, ia masih berada di atas tempat tidur.
“Makasih.” Kata Ryosuke dan meminum setengahnya.
Aku pun menyodorkan makanan untuk ia makan lalu minum obat. Awalnya ia tak mau tapi setelah lama aku membujuknya, ia pun mau.
(AIKO)
Ryosuke dan Arisa hendak pergi kemana, batinku. Aku mulai berpikir yang macam-macam tentang mereka. Aku melihat mereka keluar kelas terburu-buru.
Saat istirahat, aku langsung keluar kelas dan menyusuri koridor. Disana aku berpikir tentang kemungkinan mereka pergi. Aku pergi mencari ke setiap sudut dimana biasanya aku, Ryosuke dan Arisa nongkrong.
Hasilnya, nihil. Aku tak berhasil menemukan mereka. Mereka tidak ada dimanapun. Apa, mereka kabur tanpa memberitahuku? Aku sudah lelah mencari mereka. Masih ada waktu 10 menit sebelum bel berbunyi, kupikir aku harus kembali ke kelas karena aku sudah menyusuri segala penjuru sekolah sehingga tanpa sadar aku telah berada jauh dari kelas.
Kulihat sekilas jendela klinik yang berada lumayan dekat dari kelasku. Terlihat seseorang yang sepertinya kukenal. Ia sedang duduk, memperhatikan seorang yang sedang terbaring. Dengan rambut pendek sebahu dan lengan baju yang digulung. Iya, aku kenal orang itu!
(ARISA)
Sekali lagi aku memperhatikan wajahnya yang damai. Tenang. Keren dalam kesunyian. Namun kini ia tengah terbaring lemah di klinik ini. Hm, apakah seharusnya aku merasa bersalah atau tidak karena aku tidak bisa menjaganya?
Terdengar suara pintu dibuka.
(AIKO)
Aku berlari menyusuri koridor klinik yang panjang, berusaha mencari kebenaran bahwa apa benar ia dan orang sakit itu adalah 2 orang yang kucari. Kuperhatikan dengan seksama saat aku tengah sampai di ruangan pasien. Tidak sulit mencarinya karena pintu ruangannya terbuat dari kaca. Otomatis dengan mudah aku bisa mencari mereka.
“Arisa…” kataku dan langsung melihat kea rah seseorang yang sedang berada di ranjang. Ryosuke!
“Kau apakan Ryosuke?!” kataku, emosiku sudah hampir meledak.
“Justru seharusnya aku yang bertanya, kau apakan dia kemarin?” katanya, ia berusaha memendam emosinya.
Aku hanya diam saja. Aku bingung apa yang harus aku katakan sekarang.
Arisa berlari keluar, aku pun membiarkannya. Entah mengapa keegoisanku muncul dan berkata ‘salahmu sendiri membiarkan Ryosuke, mengapa kau malah menyalahkanku?!’
(ARISA)
Muncul darimana pikiran itu? Muncul darimana pikiran aku untuk menyalahkan Aiko? Ucapku dalam hati. Oke, aku merasa janggal dengan perasaan Aiko dengan Ryosuke, apakah ia suka dengan laki-laki itu atau tidak, tapi entah mengapa baru kali ini aku mengucap kata-kata yang ‘sepertinya’ menyalahkan Aiko. Aku terus berlari sampai aku berhenti di sebuah tempat dimana aku sering bercanda dengan sahabat-sahabatku(Aiko dan Ryosuke).
(AIKO)
“Arisa..” kata Ryosuke setengah sadar, mungkin ia masih mengingat kalau Arisa berada disini, tadi.
“Bukan Arisa, aku .. Aiko.” Kataku, sambil duduk di sebelah ranjang Ryosuke. Mukanya pucat pasi, aku tak tega kepadanya.
“Tolong ambilkan aku minum.” Kata Ryosuke terbata-bata.
Aku pun mengambilkan minum dan menyuapkannya kepada Ryosuke.
(ARISA)
Aku berlari menyusuri koridor sekolah dan berhenti di depan ruang musik. Tak ada orang disana, jadi kuputuskan untuk masuk.
Ruangan yang terdapat poster composer bethoveen di belakang pintu, lemari penuh partitur di sebelah kirinya dan piano yang dipajang di tengah ruangan, aku pun berjalan menuju piano tersebut. Sebelum it, kuambil kumpulan partitur di lemari. Partitur yang berjudul symphony no.5 ini mengingatkan aku kepada kenangan saat aku dan Ryosuke berlatih lagu itu. Kami sempat terengah-engah dengan temponya karena terlalu cepat. Kami berasa siswa SMA yang paling berbahagia saat itu. Partitur palladio ini mengingatkanku pada lagu pertama yang diajari oleh guru music, dan sejak itu aku bertemu dengan Aiko, Ryosuke. Aku mulai memainkan dua lagu yang akan mengingatkanku pada kenangan lama itu.
(AIKO)
3 hari tak terasa telah berlalu, Ryosuke sudah kembali sehat, aku pun lega ia kembali ceria seperti biasanya. Arisa sudah bersikap normal, padahal sebelumnya ia sempat marah kepadaku, entah mengapa.
“Aiko chan.” Kata Ryosuke, kami(aku, Arisa dan Ryosuke) tengah berada di kedai, tempat biasa kami nongkrong.
“Ya?” kataku, sambil memakan wafel yang kupesan.
“Nanti kau akan melanjutkan kemana?” tanyanya.
“Masih belum tahu, bagaimana denganmu?” kataku, berbohong.
“Ahh, disini saja, aku tidak mau pergi jauh-jauh, merantau mencari ilmu.”
“Gile! Kata-katanya, puitis abis lah.” Kata Arisa mengacungkan jempolnya. Ryosuke pun membalas dengan senyuman PDnya. Arisa menepis pipinya pelan.
“Idih, dipuji sedikit, sudah PDnya selangit.” Kata Arisa, memunculkan kesan meremehkan.
“Kalau kamu mau dimana Aachan?” kata Ryosuke, tidak memedulikan gurauan Arisa tadi.
“Disini sajalah, aku masih ingin merasakan keadaan negeri ini.”
“Hm, sepertinya virus puitisku menyebar.” Kata Ryosuke.
“HAHA.” Kata Arisa, meremehkan ucapan Ryosuke, kami pun tertawa bersama.
Aku bohong. Maafkan aku Ryosuke, sebenarnya, sebentar lagi aku akan meninggalkanmu.
(ARISA)
Hahh, ujian semester, ujian universitas. Ujian, ujian, ujian saja terus. Otakku sudah mulai memanas, kayaknya untuk menggoreng telur di atas kepalaku akan matang dengan sendirinya.
Belajar, ujian, belajar, ujian, oh god! Please tell me what should I do! Aku meneriakkan kata-kata inggris itu yang kudapat dari lirik lagu. Respon para pendengar memperingatiku supaya aku tidak berisik. Aku berada di tengah tumpukan buku yang harus kurangkum supaya aku bisa lulus dalam ujian. Capeknyaa…
Perpustakaan tutup jam 5 sore, masih ada waktu 1 jam lagi untukku merangkum buku-buku tebal ini. Dengan cepat aku pun merangkum buku-buku ini.
Yosha! Selesai satu buku tepat pukul 5 sore. Petugas perpustakaan memperigatkanku untuk keluar karena akan ditutup. Aku pun keluar dan segera pergi ke rumah untuk belajar kembali.
(AIKO)
Semakin cepat waktu berputar, semakin cepat ujian datang, semakin cepat kepergian itu datang, semakin cepat aku meninggalkan Ryosuke. Rasanya dada ini sesak dan aku tak mau hal ini cepat terjadi. Hari ini adalah hari pertama untuk ujian. Masih ada waktu 20 hari untuk menikmati saat terakhir bersamanya dan sahabatku.
(ARISA)
“Hey Aiko, sendirian saja.” Ucapku, mengagetkan Aiko yang sedang duduk sendirian di kedai langganan.
“Oh, haha, iya, lagi nyari inspirasi nih.” Katanya, rupanya ia kaget.
“Inspirasi buat apaan?” kataku.
“Haha, penyemangat hidupku.” Katanya. Kulihat sorot matanya tampak sedang berada dalam masalah, dan mulai berkaca-kaca.
“Kenapa?” tanyaku khawatir.
“Ahh, gapapa.” Katanya, ia menyeka air matanya.
“Eh, aku duluan ya, aku ditunggu sama temanku nih.” Kataku, ada apa dengan Aiko ya?
(AIKO)
“Aiko chan..” kata Ryosuke, menghampiriku yang sedang merapihkan kertas-kertas catatan. Banyak sekali, harus kubundel nanti.
“Ya? ada apa Ryo?” tanyaku.
“Tumben kau tak pulang cepat?” tanyanya.
“Ahh itu, aku kan lagi merapihkan catatan-catatan ini, makanya aku belum pulang.” Kataku berbohong, padahal sedari tadi aku hanya memikirkan bagaimana caraku mengucapkan kepada Ryosuke kalau aku akan pergi. Merapihkan catatan itu hanya kedokku supaya ia tak berpikir macam-macam tentangku.
“Mau pulang bareng tidak?” kata Ryosuke.
“Oh, boleh-boleh, sepertinya sudah lama ya tidak pulang bareng.” Kataku, dan kami pun pergi meninggalkan kelas. Aku pun tak sadar kalau aku sedang dibuntuti seseorang.
Saat di halte bis, hujan turun dengan derasnya, aku mulai memikirkan masalah tadi.
“Ryo..” kataku, mungkin mataku berkaca-kaca saat itu.
“Ya? sepertinya nada bicaramu terdengar serius.”
“Hm, iya, sebenarnya….” Kataku, Ryosuke pun beranjak dari tempat duduknya untuk berdiri di depan plang pemberhentian bis. Dengan refleks, aku pun memeluknya.
“Aiko chan, ada apa ini sebenarnya?” katanya kaget.
“Ryosuke, aku, aku akan pergi untuk selamanya, aku sayang padamu, aku aku tak ingin meninggalkanmu dengan konyol, aku akan kuliah di New York.” Kataku, menangis sejadi-jadinya saat itu. Aku tak tahu harus berkata apa lagi dengannya, mungkin perasaanku sekarang lebih dari lega.
Ryosuke pun merangkulku..
“Mengapa kau tak bercerita dari dahulu, aku shock mendengarnya.” Katanya, tiba-tiba petir menyambar dengan kerasnya, kami masih berada di naungan huja n saat itu.
“Maafkan aku, aku tak tega menceritakannya pada siapapun, termasuk kamu.” Kataku.
“Aku sedih sekali mendengarnya, baik-baik ya disana, aku selalu merindukanmu.” Katanya, membuat hatiku merasa lega.
(ARISA)
Aku memergoki Aiko dan Ryosuke berada di dalam kelas. Tak seperti biasanya Aiko tidak pulang cepat hari ini, hm, apa ada masalah? Tapi, kenapa pas waktu itu aku bertemu dengannya ia tak mau cerita? Kenapa dia hanya bercerita kepada Ryosuke? Kenapa tidak ke aku saja yang punya perasaan cewek yang sama? Apa terlalu pribadi? Hey, aku sahabat dia juga, mengapa ia tak mau berbagi rasa denganku?
Aku yang dipenuhi pikiran-pikiran aneh itu, yang tanpa sadar, aku berencana mengikuti mereka. Aku sempat punya pikiran, apa Aiko suka dengan Ryosuke, tapi mengapa ia tak mau menceritakannya? At least, aku juga suka dengannya, tapi mengapa ia seperti itu? Mengapa ia main belakang? Aku memergoki dia dan Ryosuke saat hujan waktu itu. Aku melihat mereka berpelukan. Aku, aku cemburu kepada mereka. Mengapa mereka melakukan hal seperti itu dibelakang sahabatnya? Aku , aku tak tahu lagi perasaanku sekarang, apalagi melihat mereka berpelukan romantis di pemberhentian bis saat hujan, dan Ryosuke mengatakan ‘aku selalu merindukanmu’
Entah mengapa aku rapuh, rapuh karena laki-laki. Padahal sebelumnya aku tak pernah begini. Aku, aku menyesal, mengapa aku bisa suka dengan sahabatku sendiri. Aku pulang, dengan pakaian basah karena hujan, muka yang basah karena tangisan yang tidak berguna ini, dan tak ada orang yang mau menolongku, berbeda dengan Aiko yang selalu ditolong Ryosuke saat Aiko membutuhkan pertolongan. Tuhan, maafkan aku, aku telah cemburu pada ciptaanmu!
(AIKO)
Aku pulang. Aku takkan lama berada disini. Sebentar lagi, tinggal kenangan, tapi jangan sampai aku kehilangan kontak dengan mereka(sahabat-sahabatku). Aku pun mengirimkan mail kepada Arisa tentang kepergianku ini, yang waktu itu tak sempat.
(ARISA)
Aku membuka chat box saat aku sedang browsing di internet.
Ryosuke : Hai Aachan, kau sibuk tidak besok?
Arisa : Memang apa urusanmu?
Aku bersikap dingin terhadapnya, entah apa yang terjadi padaku sekarang ini.
Ryosuke : Hehe, ada sesuatu yang harus aku bicarakan. Ini penting soalnya.
Arisa : Mengapa tak disini saja, mumpung kita bertemu.
Ryosuke : Ahh, oke deh sekarang saja. Aiko bilang kepadaku kalau ….
Ahh, disconnected! Handphoneku berdering tanda mail masuk. Dari Aiko, isinya tentang kepergiannya ke New York. Aku tak menanggapinya lebih lanjut.
Ryosuke : Aachan?
Arisa : Maaf, tadi disconnected, kau mau ngomong apa?
Ryosuke : Oh ya, hm, Aiko bilang kalau ia akan pergi ke New York.
Arisa : Kapan dia ngomong seperti itu?
Ryosuke : Tadi siang, awalnya ia mau mengatakan kepadamu tapi tak sempat.
Arisa : Oh.
Aku pun langsung menutup chat box, masih mengingat kejadian yang tadi, yang membuat dadaku terasa sesak. Aku pun merebahkan diri ke tempat tidur, melupakan segala hal yang tidak mengenakkan hari itu.
(AIKO)
Aku kesal. Mengapa hal ini harus terjadi. Aku ingin momen-momen yang indah itu tetap ada. Mungkin takdir berkata lain, aku harus menyanggupinya.
Aku berjalan melewati lorong-lorong bandara dimana sebenarnya pengantar boleh mengantar sampai sana. Namun mungkin karena Arisa sudah terlalu sedih karena hal ini, jadi kuputuskan untuk mengatakan bahwa sudah cukup untuk diantar sampai sini.
Ada seseorang yang berlari, sepertinya langkahnya makin mendekat. Ketika berbalik, kudapat sosok Ryosuke yang sebenarnya aku tunggu!
“Aiko chan?” katanya. Ia membawa sebuah kotak, entah berisi apa.
“Ya? maafkan aku karena aku terlalu cepat meninggalkan semua ini.” Kataku.
Ia memegang tanganku dan memberi kotak yang Ryosuke bawa.
“Ini untukmu, anggap saja ini dariku dan Arisa.” Katanya. Aku senang bukan main.
“Makasih, you two are such a bestfriend before after ” kataku. Lalu aku merangkulnya sebagai tanda sahabat dan aku pun pergi meninggalkannya.
(ARISA)

Seminggu setelah kepergian Aiko, aku harus menghadapi ujian masuk Universitas. Aku yakin aku mampun, namun sepertinya aku belum maksimal dalam belajar. Aku berserah diri pada takdir.
Ruanganku berada di lantai tiga di salah satu kompleks universitas yang cukup terkenal di Jepang. Sedangkan ruangan Ryosuke berada di sebelahku. Aku pun membaca-baca buku sebelum bel, dan menutupnya ketika pengawas mulai masuk untuk memberikan kertas ujian.
Deg-degan itu alamiah, dapat terjadi di semua orang yang gugup akan sesuatu. Begitupun aku yang kurang yakin dalam mengerjakan soal-soal ini. Kebanyakan soal ini adalah soal olimpiade, sebelumnya aku sudah pernah membacanya sehingga mudah-mudahan dapat membantuku menyelesaikan soal-soal ini.
Ada seseorang yang memperhatikanku dibelakang. Begitu aku menoleh, ia langsung mengalihkan pandangannya kearah lain, tapi aku yakin tadi ia sedang melihatku. Aku makin bingung dengannya, padahal kami tidak saling kenal. Aku tidak mempedulikannya dan kembali fokus dalam pengerjaan soal-soal ‘dewa’ ini.
“Fuuh, yokatta!” kata Ryosuke sambil meregangkan punggungnya.
“Walah, soal apa ya tadi? Kok ingin dibantai satu-satu nih kayaknya.” Kataku. Aku sudah stess melihat soalnya, terutama matematika.
“Alah, jangan berpura-pura bodoh, taunya kau diterima saja di universitas ini, awas kau ya, harus traktir.” Kata Ryosuke sambil menunjuk-nunjukku.
“Apaan sih? Hm, enak saja, seharusnya kau yang menraktirku.” Kataku mencibir.
Aku melihat kembali orang yang tadi sempat memperhatikanku. Aku bingung ia siapa, sepertinya aku pernah kenal dengannya. Begitu kudekati…
“Yuma?” kataku, kaget. Aku sungguh tidak percaya dengan perubahan yang dialami setelah 7 tahun tidak bertemu.
“Ahh, rupanya kau masih mengenaliku Ris, kukira tidak.” Katanya tersenyum.
“Apa kabarmu? Sudah lama tidak ada kabar darimu, kau masih tinggal di Sapporo?” tanyaku. Ekspresi mukaku tiba-tiba menjadi gembira. Sementara itu Ryosuke kebingungan yang akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi entah kemana.
“Baik-baik saja, hm, iya masih tinggal disana. Kalau nanti aku dapat universitas di Tokyo, aku bakal pindah.” Katanya.
“Nanti siapa yang akan mengurus orangtuamu?” tanyaku.
“Hm, orang tuaku sudah meninggal beberapa bulan lalu, kakak perempuanku sudah menikah dan tinggal di rumah suaminya di daerah Kyoto.”
Aku hanya membentuk huruf O di mulut. Aku beruntung sekali orangtuaku belum meninggal.
“Lalu siapa yang akan membayarimu kuliah disini?” tanyaku. Aku masih penasaran dengan cerita-ceritanya karena sudah lama sekali kami tidak bertemu.
“Aku diterima bekerja di sebuah kafe baru-baru ini, dan kebetulan aku punya uang tabungan yang cukup untuk membayar kuliah.” Katanya. Benar-benar anak mandiri. Waktu dulu, aku tidak yakin kalau suatu saat Yuma akan menjadi seorang laki-laki mandiri karena setahuku ia selalu diantar kemana-mana dengan ibunya.
“Boleh minta alamat emailmu?” tanyaku. Aku segera mengeluarkan handphone dari tasku yang tak jauh dari sana.
“Aku ambil handphone dulu yah, aku kurang begitu hapal dengan email baruku.” Kata Yuam. Ia pun mengambil handphonenya dan segera duduk kembali. Setelah itu kusodorkan kertas dan pena untuk dicatat.
“Makasih yah, oya, aku duluan pulang yah.” Kataku dan pergi meninggalkan Yuma.
Aku pun keluar kelas dan segera pulang. Namun sebelumnya aku melihat-lihat ke sekeliling gedung calon universitasku. Begitu megah. Aku ingin sekali bisa masuk dan menuntut ilmu disini. Sudah mendengar dari kebanyakan orang karena universitas ini mempunyai alumni-alumni yang dijamin akan langsung mendapatkan pekerjaan dan akan professional di bidangnya.
Saat aku menyusuri kantin, ternyata Ryosuke berada disana sejak tadi ia meninggalkan kelas. Ia sedang membaca buku sambil menikmati cemilan yang telah ia pesan.
“Eh, mau satu dong stiknya.” Kataku, langsung kucomot deh.
“Eeeh, main ambil main makan, bayar dulu baru boleh.” Katanya.
“Ahh, pelit nih cowok, masa’ ke cewek kayak gitu, gimana nanti ke pacar?” kataku ketus, namun tanganku tetap nakal untuk mengambil stik kentang itu.
“Biarin, hak saya, eh, emang kamu ibuku hah?” katanya, namun tatapan matanya ke arah buku yang sedang ia baca.
“Yah, ada orang gila disini, jadi yang tadi dimarahin itu siapa sih sebenarnya? Aku apa buku biru itu?” kataku, sambil mengunyah stik kentang yang kuambil berkali-kali.
Begitu Ryosuke melihat ke piring stik kentangnya dan menyadari stik yang ia pesan tinggal seperempat sementara ia belum makan sedikitpun…
“ARISAAAA!!! BAKA!!!” Ryosuke pun mencubitku, aku hanya menujulurkan lidah. Momen yang menyenangkan.
(AIKO)
Hawa ini terasa asing. Takkan ada lagi harum Udon yang selalu disajikan di restoran di depan rumahku. Takkan ada lagi pintu geser dan lantai kayu yang hangat. Semuanya berubah. Disini, aku harus terbiasa dengan makanan cepat saji yang jarang ada di Jepang. Disini aku harus terbiasa dengan logat-logat inggris-amerika yang fasih itu. Aku belum terbiasa berbicara bahasa inggris di muka umum. Ahh, semua itu perlu adaptasi. Aku sebal. Seandainya saja aku tetap berada disana. Seandainya saja aku masih bersama sahabat-sahabatku. Aku tidak harus beradaptasi di lingkungan yang ‘tidak kenal’ ini.
(ARISA)
“Hm…” kata Ryosuke, seolah ia sedang memikirkan sesuatu. Aiko?
“Kenapa kamu?” Tanyaku sambil menyuap es krim yang kubeli.
“Aku mau es krim.” Kata Ryosuke sambil meniru suara anak kecil yang merengek akan sesuatu. Ia paling bisa meniru suara orang.
“Yah dia, jiwa anak kecilnya keluar, emang dikasih uang berapa sama mama?” tanyaku dengan nada suara yang sedang berbicara dengan anak kecil.
“Seratus yen bu.” Kata Ryosuke.
“Eh? Apa tadi katamu? B..bu? enak aja, emang mukaku kelihatan tua yah? Padahal aku lebih muda darimu.” Kataku mencibir.
“Habis nada bicaramu seperti ibuku.” Kata Ryosuke. Ia mulai berakting menjadi anak kecil, lagi.
“Iya iya, nih. Jangan dihabiskan loh.” Kataku, sambil menyuapi es krim ke Ryosuke. Tiba-tiba ia memegang tanganku.
“Arisa..kau sungguh baik terhadapku, aku.. aku sangat terharu.” Kata Ryosuke, seperti membuat rangkaian kata puitis.
“Alah gombal lu! Bilang aja mau minta lagi es krimnya. Mau lagi gak?” kataku.
“Haha, ya kalau kamu mengizinkan ya tidak apa-apa, hehe, makasih yah.” Kata Ryosuke sambil menyuap es krim ke mulutnya.
Aku hanya mengacungkan jempolku dengan raut muka yang sebenarnya enggan untuk membagi sebagian es krimku. Ya sudahlah tak apa. Aku hanya menanggapi dengan senyum.
“Ada rencana keluar tidak hari Minggu?” kata Ryosuke.
“Hm, sepertinya tidak, ada apa memangnya?” Tanya Arisa.
“Ada yang berulang tahun Minggu besok dan ia adalah salah satu temanku. Kau mau kan pergi ke pesta itu bersamaku?” Tanya Ryosuke. Sepertinya ia tak berbohong.
“Ohh boleh-boleh, jam berapa kita akan datang?” tanyaku.
“Jam sebelas aku akan menjemputmu, oke?” kata Ryosuke sambil mengacungkan jempolnya.
Aku hanya tersenyum.
Sepanjang perjalanan kami teridam, menikmati keadaan masing-masing. Ryosuke tiba-tiba memegang tanganku, aku biarkan saja karena kami memang sering seperti ini. Tidak ada yang spesial di antara itu. Aku pun sampai di rumah dan melambaikan tangan ke Ryosuke.
(AIKO)
Aku melihatnya. Ya, aku melihat banyak sekali video musik Arisa yang menceritakan rasa sukanya kepada Ryosuke. Mulai dari lagu-lagu kesukaan Ryosuke, alat music kesukaan Ryosuke sampai ada muatan foto Ryosuke yang dibingkai, terletak di atas meja dekat tempat tidurnya yang tak sengaja terfokus. Benar, ia suka dengan Ryosuke!
Aku menangis malam itu. Aku tidak menyangka Arisa suka dengan orang yang sama.
(ARISA)
“Beneran kau pakai baju ini?” kata Ryosuke terbelalak.
“Iya lah, kenapa gitu?” tanyaku, bingung. Aku memakai setelan t-shirt panjang dengan lengan digulung, celana hitam ketat dan panjang, serta topi. Memanngnya perempuan tidak boleh berdandan seperti itu.
“Hm, aku tidak melarangmu memakai baju seperti itu, tapi, acara nanti itu formal dan seharusnya kau memakai gaun dan pernak-pernik lucu untuk menunjukkan keperempuanmu.” Kata Ryosuke menjelaskan panjang lebar. Ia sedang membaca pikiranku ternyata.
“Eh? Iyasih, tapi, aku tak punya gaun.” Kataku jujur.
“Haduuh anak ini, ikut aku yah, aku mau mengubahmu.” Kata Ryosuke menarik lenganku dan pergi ke suatu tempat yang tidak pernah aku menginjakkan kaki disana. Salon.
“Ngapain sih kita kesini, memangnya siapa mau didandan?” tanyaku. Aku sudah mulai kesal.
“Ya kamulah yang mau didandan, biar terlihat cantik.” Kata Ryosuke. Sebenarnya ia tahu aku tidak suka tempat ini namun ia tetap memaksa. Aku pun menurutinya dengan terpaksa.
Yap, aku mulai didandani oleh perias yang terlihat wadam(wanita adam). Sebenarnya aku geli melihatnya namun kuajak ia bercanda. Ia pun senang akan candaanku.
Dua jam telah berlalu. Aku sudah lelah duduk. Ingin jalan-jalan. Namun perias mengatakan sebentar lagi akan selesai. Aku melihat Ryosuke sedang membaca majalah, tapi aku melihat kejanggalan. 10 menit kemudian, majalah yang dipegang Ryosuke pun terjatuh dan memperlihatkan kalau Ryosuke sedang tidur. Aku tertawa melihatnya.
Hm, oke, finally. Selesai juga. Aku membuka mataku dan aku terlihat berbeda. Seperti bukan aku. Aku memakai gaun berwarna biru cerah dengan payet-payet indah menyebar, gaun itu menyentuh lututku. Aku memakai flat shoes dengan kaus kaki tipis berwarna putih. Memakai kalung dan anting panjang. Aku berulang kali menatap cermin karena aku tidak biasa dengan semua ini. Perias mengatakan ‘it’s perfect, you are beautiful girl’ 
Aku pun membangunkan Ryosuke. Tiba-tiba ia terpana akan kehadiranku yang berbeda. Ia mengedipkan matanya beberapa kali kemudian tersenyum.
“Tuh kan bagus, kubilang juga apa, kini kau terlihat seperti perempuan sejati.” Kata Ryosuke dan ia merangkulku.
“Oh. Jadi yang kemarin-kemarin aku bukan perempuan sejati? Setengah perempuan, gitu?” aku mencibir. Ryosuke tertawa kecil.
Kini aku berada di dalam mobil Ryosuke. Baru beberapa menit kupakai gaun tersebut namun aku sudah gerah. Aku tak terbiasa memakai gaun yang ketat ini.
“Haah, gerah, padahal sekarang musim semi, seharusnya tidak gerah, uhh.” Kataku, sambil menggaruk kecil leherku.
“Yah kamu, baru saja jadi perempuan sejati, jangan merusak citramu.” Kata Ryosuke, tertawa kecil melihat kelakuanku.
“Iish.” Kataku sedikit kesal. Aku ingin cepat-cepat ganti baju. Ahh!

to be continued
feel free to comment this story, thank you :)

Saturday, December 18, 2010

UAS kelas XI edisi 2

whole is dot

Hm, sampai lupa aku mau update blog gara-gara sibuk *?*, sibuk jalan-jalan, sibuk makan, sibuk tidur, sibuk remedial wahahaha
Alhamdulillah, UAS kali ini berjalan lancar. Walaupun aku tahu aku belum bisa berusaha secara maksimal. Lihat saja UAS kemarin, bukannya belajar malah main hoho. Jangan ditiru. Tapi, dengan sedikit kerja kerasku semester ini, ada peningkatan nilai yang cukup. Aku senang. Terima kasih tuhan.
Malam ini habis menonton sebuah drama korea. Intinya tentang memotivasi diri untuk menjadi yang terbaik. Dan disitu banyak adegan nangis. Tiap ada adegan itu, aku nangis. Entah aku yang sedang sensitif hari ini, atau apapunlah. Hm, yang jelas, drama itu drama yang baik dan berkesan banget buat ditonton haha.
Sebentar lagi bagi rapot. Sebentar lagi liburan. Sebentar lagi TURBUD. Bali, i will come! :D

Sincerely,
Mikannicha...Annisa

Saturday, December 11, 2010

Today's feeling

a good happen it might cause a bad happen

hm, kayaknya semester dua nanti kegiatan akan lebih banyak dan pasti makin sibuk. Semoga saja aku bisa membagi waktu sehingga nilaiku tidak turun drastis. Amiin
Rasanya hari ini capek sekali karena tadi aku habis melihat JFest di Ciwalk, ada Para-para dan Geisha yang ditampilkan oleh NK3 b^^d. Mereka tampil bagus, yah walaupun banyak kekurangan yang harus diperbaiki, well, if i looked from the whole performance, it was kind a great performance :D, ureshii na!
Skip yang tadi,
Apa yang terjadi bila seseorang bergaul di tempat yang bukan dirinya? Pasti merasa bosan dan sepertinya ingin keluar dari pergaulan itu. Tapi, apabila dipaksa untuk berkumpul kembali? Hal yang pertama dilakukan pasti selalu berkata tidak bisa pada saat mereka meminta untuk berkumpul. Ujung-ujungnya juga mereka akan mengobrol mengenai topik yang tidak cocok dengan pikiran si pendengar. Haruskah dia berkumpul dengan pergaulan yang salah itu kembali, menutup diri dengan semua yang ada atau dia kabur tanpa berkata apapun? :(

Sincerely,
Mikannicha.. Annisa

Friday, December 10, 2010

Posting Terbaru : UAS IX edisi 1

You can't do it until you have tried it :)

Rabu : Biologi, Gambar Teknik
Kamis : Matematika, Pkn
Jum'at : B.Inggris, Agama

Baru 3 hari UAS sudah tepar gak jelas begini. Bagaimana tidak? Hey, you know, the exams are too difficult, *ekhem* aku yang tidak berniat belajar atau memang soal-soalnya dibuat susah? Hm, gak tahu deh yaa... haha :D
Pertama-tama kuceritakan yang Biologi. Oke, aku udah membaca beberapa halaman materi yang akan diujiankan, tapi, begitu soal-soal kuterima, ajib gila! susah yah ternyata. Hehe. Terus gambar teknik. Karena aku sudah mempraktikannya di rumah sehingga tak begitu rumitlah, semoga saja aku mendapat nilai bagus, amiin...
Hari kedua. Pelajaran yang gak banget lah, matematika dipairing sama Pkn. Pkn gua kagak bisa, Matematika soal-soalnya entah tipe apa, pintar sekali yang membuat soal -.-, aku sangat pasrah dengan matematika entah kenapa.
Lalu bahasa Inggris. Hm, aku memang tidak belajar saat malam, dan kebanyakan soalnya itu tidak mudah dimengerti, hm, atau memang akunya saja yang suka memakai bahasa sehari-hari dibanding bahasa formal? entahlah. Sehabis itu agama. Haah, ada yang gak banget pertanyaannya *disensor, privasi perusahaan*
Kayaknya UAS kali ini aku belum bisa mengerjakan soal-soalnya, semoga saja UAS yang dilanjut hari Senin sampai Rabu itu membawa keberuntungan dalam pengerjaannya, amin

Sincerely,
Mikannicha.. Annisa.