My quote

"life is searched by you, you is searching your life"

Thursday, March 10, 2011

titik.

Berbekal ketidaktanggungjawaban saya dalam mengerjakan tugas akhirnya saya ngacir kesini~ :D

Jadi bingung mau nulis apa,

Selama seminggu ini kuhabiskan sisa liburanku di rumah, bener-bener di rumah, tidak ada kata jalan-jalan walaupun di sekitar rumah. Hm, lumayan bosen tapi gapapa sih, (upaya untuk menambah berat badan juga nih), dan yah selama di rumah aku hanya menjalani tugasku sebagai anak yang baik dan pengertian *?* dan sebagai siswi yang seenggaknya taat kepada sekolah -.- (mengerjakan tugas)
so, this is my life..

Aku ingin sesuatu yang tak ada
Itu mustahil bukan?
Lalu bagaimana dengan teori ketidakmustahilan itu?
Ah munafik
Kau tidak tahu aku, ya jangan sok tahu
Memangnya aku ini dijadikan uji coba ke-sok tahu-an kamu?
Haha, emang gak bisa dipungkiri sih
Luarnya saja yang terlihat dan selalu dipandang
Dalamnya tuh bodo amat
Yang penting gue udah nemuin luarnya yang cocok buat gue
Belakangan lah urusan yang lain
Hah, apaan tuh, gak logis pemikirannya
Kenapa gak dibalik aja
emang kalau lu itu tau kalo ternyata jelek, mau lu apain?
di bongkar pasang?
emang gue mainan bongkar pasang yang digemari anak-anak apa?
gue bukan barang murahan yang bisa di bongkar pasang sesenang hati
mau jadi apa sih lu?

(ngelantur, lagi sensi)
curhatan gaje~

feel free to comment it~ :D

Tuesday, March 1, 2011

Love Life is Like a Long Thread(3)

Cerita sebelumnya : Love life is like a long thread(2)


(AIKO)
Aku kembali menuju kelas karena ada buku yang tertinggal di loker. Buku itu sangat berharga mengingat beberapa waktu lalu dosen menyuruh mahasiswanya untuk mengerjakan tugas yang diberikan, kebanyakan caranya ada di buku itu. Aku juga sempat berbincang lama dengan Lucy, yang ternyata ia masih di kelas alias belum pulang.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore. Langit telah menunjukkan warna kemerahan yang sebentar lagi akan berubah gelap. Aku pun menyegerakan pulang dengan Lucy.
Sepertinya cuaca sedang tidak bersahabat denganku. Tak lama setelah Lucy pergi meninggalkanku di sebuah halte bis,yang tak jauh dari kampus,seketika hujan deras. Aku pun mencari payung di tasku namun ternyata tertinggal di rumah. Sial, bagaimana aku bisa pulang dengan cuaca hujan deras ini?
(ARISA)
Aku dan Yuma masih berbincang sepulang kuliah mengingat aku sudah lama sekali tidak bertemu dengannya, aku, notabene adalah sahabat dia, sangat ingin menceritakan hal-hal yang sudah kulalui. Yuma adalah laki-laki paling pengertian yang pernah aku temui, setelah Ryosuke.
Seperti biasa yang sudah-sudah, aku menjadi pembicara sedangkan Yuma sebagai pendengar. Dia sangat setia mendengarkan ocehanku yang panjang sekali, tanpa titik dan koma. Heran, ia kok betah yah menjadi seperti ini, padahal ia tipe laki-laki pengertian, mengapa jarang sekali perempuan yang ingin mendekatinya?
Kembali ke topik. Aku sama sekali tidak pernah melihat wajah mengeluh Yuma saat ia mendengarkan pembicaraanku atau memberikan komentar(yang terkadang pernyataanku tidak sudi untuk dikomentari).
Tak lama, Ryosuke datang menghampiri dengan wajah kesal.
(AIKO)
Bagaimana ini? Aku sudah 1 jam menunggu disini namun hujan masih deras juga? Aku tak berani menelepon bibiku untuk menjemputku karena aku tak ingin merepotkannya. Aku berpikir tentang solusi dari semua ini. Aku tidak mau dengan keterlambatanku sampai rumah mempengaruhi kualitas tugasku. Tak lama, sebuah mobil sedan bermerk Honda itu datang mendekat.
Terlihat seseorang memakai topi dan t-shirt di dalam mobil tersebut. Ia pun membuka jendela mobil dengan kunci otomatis.
“Hei kau, ikut denganku saja.” Katanya. Awalnya aku tidak mengenalinya tapi setelah ia membuka topi, aku sangat mengenalinya.
“Ahh, tapi, apa tidak merepotkanmu?” tanyaku dengan volume suaraku dikeraskan sedikit agar terdengar. Suasana disini sangat ramai dengan gemericik air hujan.
“Tidak apa-apa, daripada kau sakit, ayo masuk.” Katanya. Akhirnya aku pun mengalah dan masuk ke dalam mobil.
“Hmm, sebelumnya makasih yah.” Kataku.
“Ohh ya gapapa, sama-sama. Entah mengapa aku merasa kasihan saja melihat perempuan di halte bis, sendirian, dan hujan deras pula.” Katanya. Mukaku sedikit memerah.
“Makasih yah.” Kataku. Jujur, aku kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Yuto tadi. Baru saja aku berkenalan dengan laki-laki ini dan tampaknya kami langsung dekat karena kebaikannya.
(ARISA)
“Ris, ayo ikut aku sebentar.” Kata Ryosuke, menarik tanganku.Aku pun berpamitan dengan Yuma, ia hanya tersenyum.
“Ada apa?” tanyaku.
“Kamu ini.. sudah berkali-kali aku kirim pesan tapi mengapa tidak kau balas?” tanyanya, masih dengan wajah hendak marah.
“Eh? Chotto..” kataku, dan segera memeriksa handphone. Ternyata benar juga, sudah ada 6 pesan dan semuanya berasal dari Ryosuke.
“Eetto, gomennasai.” Kataku membungkukkan sedikit badanku, aku merasa bersalah.
“Ahaha, bercanda kok. Oya kau mau tidak menemaniku jalan?” kata Ryosuke. Hm, padahal aku pacarnya dia, seharusnya ia lebih peka kalau aku dengan senang hati akan menemani dia dan begitupun sebaliknya.
“Boleh kok, kapan? Boleh aku ajak Yuma?” kataku.
“Yuma? Siapa dia?” Tanya Ryosuke, heran karena aku mengatakan seorang nama laki-laki kepadanya.
“Itu, dia sahabatku dari kecil, dan baru bertemu sekarang. Dia penduduk baru disini loh, makanya, untuk mengenalkan kota ini, boleh kan aku ajak dia jalan-jalan, juga?” kataku, dengan agak hati-hati aku mengatakannya.
“Ohh, boleh kok, dengan senang hati.” Kata Ryosuke, aku pun tersenyum dan menggandeng tangan Ryosuke untuk pergi dari tempat itu.
(AIKO)
Hmm, orang itu baik sekali mau mengantarku sampai rumah, padahal aku baru pertama kali kenal dan jumpa dengannya, mengapa dia terlalu baik kepadaku? Batinku. Jujur, ini pertama kalinya aku melihat dan merasakan kehangatan seorang laki-laki yang baru kukenal, (padahal aku merasa saat pertama kali aku bertemu Ryosuke, ia tidak menunjukkan kehangatan seperti itu). Aku masih terbayang kejadian tadi siang, sore dan malam ini. Yuto berbincang-bincang denganku disini hingga larut yang kemudian aku pun menyuruh dia pulang. Apa mungkin aku suka dengannya?
(ARISA)
“Okee, sekarang kita akan kemana Ryosuke kun?” kataku, sambil memandang Ryosuke yang berada disebelahku.
“Ahh, apa aku tidak mengganggu acara kalian?” Tanya Yuma. Mungkin ia merasa tidak enak dengan kami.
“Hm, gapapa kok, supaya kamu tak jenuh di rumah.” Jawab Ryosuke singkat. Kelihatannya ia sedang memikirkan sesuatu.
“Jadi, kita akan pergi kemana dulu?” tanyaku, lagi.
“Aku ingin membeli kado untuk nee-san, ikku.” Kata Ryosuke sambil menarik tanganku, diikuti oleh Yuma. Dan kami pun menikmati acara hari ini.
(AIKO)
Kejadian manis itu selalu berulang, ketika suatu hari..
Aku pulang dengan langkah malas. Sudah ketiga kalinya tugasku ditolak oleh dosen karena masih belum lengkap(sebenarnya aku bingung dengan keinginan dosen yang kuanggap itu aneh). Sialnya, hari ini aku ada janji dengan bibiku untuk menemaninya, sedangkan tugasku belum selesai kukerjakan. Harus bagaimana aku?
Aku tidak tahu persimpangan ini merupakan persimpangan untuk kumpulan laki-laki iseng. Aku berusaha fokus ke depan dan berjalan tegap agar aku menghiraukan gurauan sekumpulan laki-laki itu. Hingga suatu ketika sekumpulan laki-laki itu menghadangku.
“Halo cewek manis, kau mau pergi kemana sayang? Sudah tidak ada tempat untukmu pergi.” Kata laki-laki yang kupikir dia itu ketua geng tersebut. Kunamakan laki-laki I
“Iya, sebaiknya kau ikut kami saja, pergi bersenang-senang.” Kata laki-laki II. Aku segera mencari akal untuk bisa pergi, namun mereka semakin mendekat.
“Ayo cewek manis, ikut kami saja.” Kata laki-laki III melebarkan tangannya kepadaku.
“Tidak mau!” kataku, menampar tangan laki-laki III itu.
Mereka terus mendekat hingga ada seorang yang memegang pinggangku.
“Kau mau pergi kemana? Sudah tidak ada tempat untukmu lari, dan kau, sudah ada di genggaman kami. Hahahahaha.” Kata laki-laki IV, tertawa, disusul dengan kawan-kawannya yang lain. Kakiku gemetar, aku tidak tahu harus berbuat apa selain berdoa, mudah-mudahan tuhan memberikanku jalan yang terbaik.
Aku tidak bisa berbuat apapun karena tanganku sudah dicengkram dengan keras oleh 2 pria berbadan besar, aku merasa kesakitan. Laki-laki I membelai rambutku, aku mulai meronta-ronta karena aku tidak mau dipegang oleh siapapun. Lalu, laki-laki II mulai memegang pipiku dan membelainya. Ia tertawa puas sementara aku merasa tertekan. Sebelum laki-laki III memegang yang tidak k diperbolehkan(disana aku seperti perempuan kesetanan saking tidak tahan melihat sikap mereka yang semena-mena terhadapku), datanglah seorang laki-laki yang langsung menghajar muka laki-laki III. Merasa tidak diterima, laki-laki III itu menghajar kembali. Pertarungan pun terjadi.
20 menit kemudian berlalu, laki-laki penyelamat itu berhasil menyelamatkanku. Tubuhku terlalu lemah untuk menjelaskan semuanya yang tiba-tiba semua berubah hitam.
(ARISA)
Kami(aku, Ryosuke dan Yuma) sudah merasa sangat lelah berjalan, sebenarnya mengelilingi Shibuya yang hari ini padat dikunjungi orang. Hari yang menjelang sore juga membuat moodku berubah. Aku hanya lebih banyak diam dan terkesan cuek. Ryosuke hanya memperhatikan sekitar kalau-kalau ada baju yang cocok untuknya sedangkan Yuma berjalan dengan dinginnya sambil menikmati hiruk pikuk daerah Shibuya.Kami berjalan menyusuri pertokoan hingga langkah kami terhenti di sebuah café untuk beristirahat.
“Kau akan pesan apa?” Tanya Ryosuke kepadaku dan Yuma. Aku mengangkat pundakku menandakan terserah sedangkan Yuma hanya mengatakan “aku ingin softdrink saja.”
Kami menikmati pesanan dalam diam. Tak banyak bicara seperti awal kami akan jalan-jalan. Aku pun membuka suara.
“Habis ini kalian ingin kemana?” tanyaku, menatap Ryosuke dan Yuma.
“Hm, gak tau.” Kata Yuma singkat.
“Bagaimana kalau kita nonton saja? Sudah lama sekali aku tidak menonton di bioskop.” Kata Ryosuke mengajukan usul. Hm, sepertinya menarik usulan Ryosuke itu.
“Aku sih ingin-ingin saja, kalau Yuma mau tidak ikut?” kataku, menanyakan pada Yuma.
“Boleh saja, aku juga ingin kesana.”
Setelah menghabiskan pesanan, kami langsung pergi ke bioskop untuk menikmati film. Banyak sekali orang-orang yang sedang mengantri untuk mendapatkan tiket. Kebanyakan para penikmat film itu adalah pasangan anak muda. Hm, anak muda zaman sekarang. Ahh, untunglah, aku tidak hanya dengan Ryosuke tapi juga dengan Yuma sehingga aku tidak merasa canggung jika berada dekat dengan Ryosuke.
Aku kira Ryosuke membeli film dengan genre petualangan, salah satu genre yang aku sukai, namun ternyata ia membelikan genre horror. Aku tidak suka dengan genre itu. Awalnya aku ingin pulang saja tapi Ryosuke melarangku dan harus ikut bersamanya. Rela tak rela aku pun mengikutinya, dengan sangat terpaksa.
Sepanjang film itu diputar, aku selalu menutup mataku untuk tidak menontonnya. Sesekali mengintip sedikit, tapi tak jarang juga aku kaget karena gambar-gambar hantu itu selalu membuatku kaget.
Lampu-lampu bioskop dinyalakan pertanda film sudah habis. Aku masih dalam keadaan mata tertutup, aku tidak tahu bahwa film itu sudah usai. Ryosuke pun memanggilku.
“Ris, Arisa, filmnya sudah selesai.” Katanya dengan lembut. Perlahan aku membuka mata, kini di depanku terdapat bentuk wajah mirip hantu yang tadi. Spontan aku berteriak hingga bergema.
“AAAH!!! Ampun ampun, saya gak mau liat film itu lagi. Gila! Lama-lama bisa jantungan!” kataku sambil mengelus dada.
Kini terdengar hanya bunyi ketawa Ryosuke yang melihat ekspresiku tadi.
“Hahaha, ini aku, Ryosuke, hei.Ekspresimu membuatku ingin tertawa lagi tau.” Katanya. Aku memandanginya dengan wajah masam.
“Bercanda bercanda. Udah yuk kita pulang. Ayo Yuma.” Kata Ryosuke, menggandenga tanganku dan kami(aku, Ryosuke, Yuma) pergi dari bioskop itu.
(AIKO)
Aku mulai membuka kedua mataku pertanda aku siuman, tapi aku tidak tahu sekarang aku berada dimana. Ruangan ini terlihat putih sekali.
“Syukurlah kau sudah siuman.” Kata Yuto, sambil memegang keningku, menaruhkan termometer di lidahku dan mengecek suhu tubuhku.
“Aku ada dimana sekarang?” tanyaku lemah.
“Kau berada di rumah sakit, untunglah pemuda-pemuda tadi tidak berbuat macam-macam kepadamu.” Kata Yuto, terlihat mengkhawatirkanku. Ya, aku ingat kejadian beberapa waktu lalu. Oh sial, aku tidak mau mengingat-ingat itu lagi, rasanya ingin mati saja.
Aku hanya mengangguk lemah. Dan aku kembali memejamkan mata.
Keesokan paginya…
Jam telah menunjukkan angka delapan bagian Jepang. Aku terbangun. Di sofa besar itu terlihat Yuto sedang berbaring sambil memejamkan mata, dengan terpaan sinar matahari yang hangat itu, membuat wajahnya terlihat kalem, damai dan tenteram. Dia pemuda yang amat baik, mau mengurusiku yang sebenarnya ini bukan kesalahan dia.
Aku beranjak dari tempat tidur, namun tubuhku tidak dapat menahan keseimbangan, akhirnya aku limbung dan terjatuh. Itu membuat Yuto pun terbangun.
“Kau tak apa? Aku bantu kamu berdiri yah.” Dengan sigap Yuto menggendongku untuk naik ke tempat tidur lagi.
“Maaf merepotkanmu, sebenarnya aku bosan sekali hanya berbaring saja…”
“Ohh gitu, baiklah, ayo kita jalan-jalan sebentar, mungkin dengan itu mood-mu akan lebih baik.” Kata Yuto, tersenyum. Tanpa sadar mukaku memerah.
“Boleh boleh.” Kataku. Yuto segera mengambil kursi roda yang ada di lemari dekat kamar mandi dan kami pun berjalan sebentar.
Kami berhenti di sebuah taman rumah sakit. Indah sekali, ditambah dengan udara yang sejuk membuat nyaman taman ini. Kami berbincang-bincang disana dan sesekali tertawa ketika Yuto membuat suatu lawakan. Tanpa sadar aku mulai menyimpan rasa.
“Apakah mood-mu sudah membaik hari ini?” Tanya Yuto, mendorong pelan kursi roda yang kududuki.
“Baik sekali, kapan aku akan pergi dari sini?” tanyaku, terkesan kasar namun aku memang tidak suka dengan suasana berbau obat.
“Mungkin sekitar 2 hari lagi. Tenang saja, ada aku yang mau nemenin kamu.” Kata Yuto sambil membusungkan dada.
“Okee, aku berharap akan lebih cepat keluar maka akan lebih baik.”
(ARISA)
“Kalian kenapa hei. Daritadi diam saja.” Kata Ryosuke, memecah keheningan yang selama ini menghantui suasana dalam mobil Ryosuke.
“Gapapa kok Ryo.” Yuma tersenyum yang dibalas oleh Ryosuke.
Ryosuke pun menyalakan musik di mobil, sehingga ada suara lain yang memecah keheningan.
15 menit kemudian, oh tidak. Itu bereaksi kembali. Aku memegang dadaku yang kini mulai terasa nyeri, rasa yang sudah lama hilang itu muncul kembali. Aku hanya merintih kesakitan. Aku mulai memegang tangan Ryosuke.
“Ada apa Ris?” tanyanya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ryosuke menghentikan mobilnya dan menyalakan lampu depan.
“Ris, kau kenapa?!” tanyanya, sedikit panik melihatku merintih kesakitan.
“Aku…aku…” kataku dan semua berubah gelap.
(AIKO)
Akhirnya aku bisa keluar dari suasana statis ini. Aku menghirup udara segar karena tak harus berteman dengan hasil rancangan kimia itu. Yuto mengantarkanku sampai ke rumah. Aku merasa senang karena masih ada orang yang mau peduli denganku. Bibi merasa khawatir terhadapku namun Yuto berkata aku akan baik-baik saja. Ah, kata-kata itu terasa menenangkan.
Aku terbangun di sebuah ruangan. Putih. Di tengah terdapat sosok perempuan memakai baju putih panjang. Aku tak tau itu siapa. Karena penasaran, aku berjalan mendekatinya. Kupegang pundaknya, ternyata dia sedang menangis. Dia pun memalingkan mukanya, yang ternyata itu Arisa. Ia berkata “aku sudah tak mampu bertahan, apakah aku masih sanggup berada disini?”. Aku terheran mendengar kata-kata Arisa. Aku hendak menanyakan maksudnya tapi ia sudah menghilang bersama debu putih yang mengelilinginya.
(ARISA)
“Ris..Risa..bangun.” kata Ryosuke mengguncangkan tubuhku, yang menyebabkan aku tersadar.
“Aku…aku dimana?” kataku bersuara lemah. Seperti keadaan di rumah sakit.
“Kau sekarang ada di rumah sakit, kau pingsan tanpa sebab.” Kata Ryosuke, terlihat sangat mengkhawatirkanku.
“Eh??” kataku, berusaha mengingat tapi membuat kepalaku sakit. Ryosuke mengisyaratkanku untuk tidak berpikir lebih keras. Ryosuke membantuku duduk dan memberi segelas air putih.
“Minumlah agar kau terlihat mendingan.” Kata Ryosuke.
“Terima kasih, oya, Yuma mana?” kataku, karena seingatku Yuma bersama kami.
“Ooh, dia sudah pulang duluan, katanya ada urusan mendadak sehingga dia harus pulang ke rumah lebih awal.” Kata Ryosuke, nada bicaranya sedikit aneh, batinku.
Kau itu pendusta handal. Derap kaki seseorang pun mulai lenyap dari sebuah kamar.
(AIKO)
“Aiko san.” Kata Yuto memanggilku saat aku baru sampai di kampus.
“Yah? Ada apa?” tanyaku.
“Kondisimu sudah mendingan?” Tanya Yuto.
“Yah, seperti yang telah kau lihat saat ini, bagaimana?” kataku, sedikit bercanda. Yuto menyenggol lengan kananku sebagai respon.
“Haha, ternyata kau pandai melawak.” Canda Yuto.
“Iya dong, hahahaha, eh, aku ke kelas duluan yah.” Kataku.
Aku pun meninggalkan Yuto, mungkin ia akan ke kelasnya. Ya sudahlah.
-- Penulis tidak sedang dalam keadaan baik --

Mau apa kamu kembali ke dalam kehidupanku? Padahal kamu sudah menemukan kehidupan yang lebih baik disana? Kamu masih memaksakan untuk kembali ke kehidupanku, yang jelas-jelas kehidupan barumu dipastikan akan lebih baik daripada kehidupan lamamu. Tak tahu harus berkata apa, tapi itu memang kenyataan. Buktinya kau lebih diunggulkan daripada dulu. Kau lebih banyak berteori fakta dibanding dulu, berteori tidak tentu arah.
Kau lebih bertingkah peduli sekarang dibandingkan dulu. Apa dulu kau adalah seseorang yang tidak peduli? Atau apakah itu sudah menjadi sifat dasarmu? Kau telah mengalami masa-masa dimana cara berpikirmu berubah.
Aku ikhlas kok menjalani semuanya, sendirian. Aku memang tidak akan sempurna kalau tidak ada kejadian itu, tapi aku akan berusaha sempurna tanpa harus ada kejadian itu. Aku akan menjadi seorang yang diremehkan, mungkin. Tapi, itu akan lebih baik dibandingkan tidak diakui. Aku akan menjalani menjadi seorang yang lebih statis dari ini, tapi itu lebih baik dibandingkan dinamis yang palsu.
Aku memang sangat butuh itu, tapi kalau takdirku memang berkata lain, aku akan ikhlas menerimanya.
Terima kasih atas semua kerjasamanya, yang mau memmbantuku, merawatku dengan susah payah, membangun kepribadianku ini yang makin tak tentu arah menjadi satu arah.
Terima kasih buat semua, walau tidak bersama, tapi tidak akan hilang kok dari catatan perjalanan hidupku di dunia.
Mungkin ini bisa ditanggapi,