My quote

"life is searched by you, you is searching your life"

Thursday, February 3, 2011

Love life is like long thread (2)

Cerita sebelumnya : +Love life is like long thread (1)+

Kami pun sampai di gedung pesta. Sampai saat ini aku masih tidak tahu sebenarnya Ryosuke mengajakku datang ke pesta siapa. Kami pun masuk. Lampu-lampu yang gemerlapan tersebar dimana-mana. Dengan warna lampu yang tidak terlalu terang membuat pesta terlihat mewah. Dekorasi pesta yang bagus juga memperindah suasana. Makanan dan minuman yang berjejer rapi di atas meja putih panjang, serta karpet merah yang menyusun lantai gedung ini membuatku terpana beberapa saat. Keren dekorasinya!
Ryosuke memperkenalkanku kepada seorang temannya yang ternyata ia yang membuat pesta ini untuk merayakan ulang tahunnya dan keberhasilannya dalam merilis album yang kini albumnya masuk ke nominasi album terlaris di negeri Jepang ini.
Akhirnya kuketahui salah satu teman Ryosuke yang ia perkenalkan bernama Aoi. Perlu kudeskripsikan? Ia mempunyai tinggi 183 cm, berambut pirang asli, gaya rambut harajuku dan berwarna mata kelabu. Awalnya aku mengira ia memakai lensa kontak, namun ia berkata bukan, itu adalah warna asli matanya karena ia menuruni gen ayahnya yang berkewarganegaraan Italia. Keren sekali.
Sesi puncak acara akhirnya tiba. Aoi maju ke panggung, mengucapkan terima kasih karena sudah mau menghadiri pestanya, juga ia menyanyikan salah satu lagu dari album terbarunya. Aku terkagum-kagum karena ia mempunyai suara yang sangat bagus. Juga permainan biolanya yang terlihat sangat professional. Aku sangat senang bisa berkenalan dengannya.
“Sepertinya kau sangat menikmati pesta ini, bagaimana,seru bukan pestanya?” kata Ryosuke, memberikanku segelas minuman.
“Ahaha, makasih yah telah mengajakku datang kemari.” Kataku tersenyum, sambil meminum yang Ryosuke berikan padaku.
“Okee, kau bahkan sampai lupa tentang gerutumu sebelum datang kemari.” Canda Ryosuke. Aku pun teringat, aku pura-pura kesal dengan Ryosuke.
“Ohh iyaiya, aku LUPA.” Kataku. Masih berpura-pura kesal.
“Baru sebentar pesta dimulai, tapi rambutmu sudah terlihat berantakan, sini aku rapihkan.” Kata Ryosuke dan segera merapihkan rambutku. Tumben ia peduli dengan penampilanku?
“Ahh, iyaiya, maaf deh. Lain kali aku bawa sisir biar rambutku terlihat rapih.” Kataku. Namun Ryosuke masih tetap saja merapihkan rambutku.
“Sudah selesai, oya, jangan diberantakin lagi, oke? Ahh, aku mau ke toilet, sebentar saja.” Kata Ryosuke dan lari meninggalkanku. Mungkin ia sudah ingin sekali pergi ke toilet.
Tak terasa kini sudah pukul 10 malam. Aku harus cepat-cepat pulang ke rumah supaya tidak dimarahi oleh mama. Dan, gedung pesta ini sangat jauh dari rumahku, membutuhkan waktu sekitar 40 menit, jadi jika dipikir-pikir aku akan sampai di rumah pukul setengah sebelas. Aku segera meminta Ryosuke untuk mengantarku pulang.
“Sudah larut malam, aku takut dimarahi mama, bagaimana kalau kita pulang sekarang?” kataku, sambil menarik pelan lengan Ryosuke.
“Aoi, pulang duluan yah, makasih hidangannya.” Kata Ryosuke.
“Oke sama-sama, terima kasih telah datang Arisa san.” Kata Aoi tersenyum, aku pun membalasnya dengan senyum. Lalu aku cepat-cepat menarik Ryosuke keluar.
“Tumben di luar dingiin sekali. Brr…” kataku, mendekapkan tanganku dan menggosok pelan. Cuaca malam ini sangatlah dingin, aku tak kuat.
“Ini, pakailah jasku supaya kau tidak kedinginan.” Kata Ryosuke memberiku jas yang ia pakai.
“Kau tidak dingin?” kataku sambil memakai jas yang Ryosuke kasih tadi.
“Ahh tidak, aku kan sudah memakai kemeja dan baju polos di dalam hehe.” Kata Ryosuke, nyengir. Aku tertawa pelan. Baguslah ia sekarang dalam keadaan baik-baik saja, aku tak mau melihatnya terbaring sakit lagi.
“Ayo kita pulang.” Kataku, berjalan menuju parkiran tempat mobil Ryosuke berada. Ryosuke membuka kunci otomatis mobil lalu masuk bersama.
Kami terdiam sepanjang perjalanan, aku sibuk menghangatkan diriku karena terlalu dingin dan Ryosuke sibuk menyetir, menatap jalanan yang lumayan macet saat itu.
“Masih kedinginan?” tanyanya sambil menoleh ke arahku.
“Brr, iya, lumayan.” Kataku, dan aku pun mencoba tidur saat Ryosuke tidak berkata apapun lagi.
(AIKO)
“Ryo..Ryo..Ryosuke!” teriakku. Aku bermimpi buruk tentang Ryosuke, apa maksudnya ini? Aku segera menelepon Ryosuke untuk menanyakan keadaannya. Syukurlah, ia tidak apa-apa.
Pagi hari telah tiba. Aku segera bersiap-siap menuju kampus untuk menuntut ilmu. Juga berkenalan dengan teman-teman baru.
Tidak ada yang spesial mengenai kelasku. Bertempat di tengah gedung fakultas, bernomor 2-B, bercat dinding kuning pucat dengan kursi personal yang berjejer dengan rapi, rak-rak penuh buku yang menghiasi di sudut kelas dan papan tulis besar yang ditempel di dinding kelas. Kelas 2-B dikatakan kelas pintar karena tidak sembarangan mahasiswa mendapatkan kelas ini. Hanya mahasiswa-mahasiswa tertentu dengan passing grade tes yang termasuk 20 besar yang bisa mendapatkan kelas ini.
Aku berkenalan dengan salah seorang mahasiswi bernama Lucy. Ia senang mengobrol denganku walaupun hari itu adalah hari pertamanya untuk mengajakku mengobrol. Kami berbincang tentang kebiasaan kami masing-masing. Didapatkan olehku bahwa ia adalah orang yang supel, easygoing dan berwawasan luas. Ia berkewarganegaraan Amerika dan Perancis. Ayahnya berasal dari Amerika sedangkan ibunya berasal dari Perancis. Ia juga fasih berbahasa Perancis karena masa SD dan SMP ia habiskan di negeri menara Eiffel itu.
(ARISA)
Seminggu berlalu dengan sangat cepat. Tak terasa, pengumuman tes universitas itu sudah muncul. Aku segera bersiap-siap pergi ke tempat dimana pengumuman itu akan diumumkan.
“Kau tidak makan dulu Ris?” kata mamaku yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan.
“Nanti saja Ka-chan, Risa pergi dulu…” kataku, buru-buru menuruni tangga dan berlari menuju pintu keluar rumah.
“Eeh, tunggu dulu.. ini mama bawakan roti selai kesukaanmu.” Kata mamaku, berlari ke arahku yang sedang menali tali sepatu di beranda rumah.
“Ahh iya iya, makasih Ka-chanku tersayang, Risa pergi dulu, bye!” kataku, berlari menuju pagar kemudian berjalan yang tidak terlalu jauh dari rumahku.
Aku memperhatikan satu persatu urutan nomor ujian. 2681.. ah bukan, nomor ujianku masih jauh dari itu. 2864..2867..2870! ah! Ternyata Ryosuke diterima, bagaimana denganku? Aku sudah mulai putus asa mencari nomor ujianku. 2976…2980..2986! ah! Aku..aku.. DITERIMA!
(AIKO)
Aku sedang menikmati waktu istirahatku, tiba-tiba handphoneku berdering. Arisa meneleponku!
“Aiko..aiko, hallo?” kata Arisa kepadaku.
“Iya ini aku, kenapa Arisa?” Tanyaku lembut.
“Aku..aku diterima!” kata Arisa di seberang sana, menunjukkan kebahagiaannya, aku hanya tersenyum yang pastinya tidak akan diketahui Arisa.
“Wah iya? Bagaimana dengan Ryosuke?” Tanyaku.
“Iyaa, dia juga diterima di universitas yang sama, tapi kami berada di fakultas yang berbeda.” Kata Arisa girang sekali kedengarannya.
“Wah? Kapan-kapan aku mau main kesana, boleh kan? Aku bosan disini.” Kataku jujur.
“Pastinya boleh dong, sejak kapan kita putus menjadi sahabat?” Tanya Arisa.
“Ehehehe, benar juga..” kataku. Hubungan kita renggang karena kita menyukai orang yang sama dan itu adalah sahabat kita sendiri!
(ARISA)
“Mana nih nomor ujianku? Katanya diterima?” kata Ryosuke yang baru datang, langsung meghampiri sekumpulan orang yang berdiri di depan papan pengumuman. Aku berada diantara kerumunan orang tersebut. Ryosuke tahu dariku yang baru saja dikirim pesan olehku.
“Hapal gak nomormu? Kalau gak hapal sama aja, kau gak akan tahu kamu diterima atau tidak.” Kataku dingin yang sebenarnya menertawakannya dalam hati.
(AIKO)
Arisa menceritakan keanehan Ryosuke kepadaku. Ia bercerita kalau Ryosuke memberi kotak merah kepada Arisa. Keringat dingin mulai mengucur di dahiku. Tiba-tiba kepalaku terasa pening, rasanya seperti diputar oleh seseorang, yang tanpa sadar aku pingsan seketika.
(ARISA)
Aku membuka kotak yang diberi Ryosuke. Sebuah kotak kecil berwarna merah, dihiasi renda-renda bunga putih di sekelilingnya. Di tengahnya dihiasi permata imitasi yang berbentuk bunga-bunga. Bagus sekali. Didalamnya ada liontin putih bergambar lumba-lumba, hewan kesukaanku. Hm, tumben sekali ia ingat dengan hal seperti itu. Aku tiba-tiba ingat saat Ryosuke bertanya kepadaku dan Aiko mengenai hewan yang disuka, dan aku menjawab lumba-lumba sedangkan Aiko adalah kucing.
“Aiko, kau lama sekali membalasnya, kau kenapa?” tanyaku dalam hati. Hm, apa ia masih menyimpan rasa sukanya kepada Ryosuke? Ahh, mungkin. Dia bukan orang yang tepat untukku bisa bercerita. Aku harus bagaimana? Semoga Aiko tidak kenapa.
(AIKO)
“Tenang Aiko, tenang, kau pasti bisa menahan rasa sakit ini.” Kataku, berusaha tegar dan menjawab mail Arisa tentang arti kotak merah itu. Ini sih hanya sekadar kepercayaanku bahwa jika ada seorang laki-laki yang memberi kotak merah kepada seorang perempuan maka artinya laki-laki tersebut mau dan berusaha untuk menjalani hubungan serius dengan perempuannya itu. Aku menangis. Mungkin ini hal bodoh dan sepele, tapi mungkin juga aku sudah telanjur suka dengan laki-laki dan itu jarang aku dapatkan. Yang kudapatkan sekarang adalah perasaan lebih dari suka, mungkin inikah cinta?
(ARISA)
Ahh, mungkinkah ia tak marah kepadaku? Tapi ia masih mau membalas pesanku. Aku tak yakin. Aku harus bagaimana sekarang? Meminta maaf atau membiarkan itu semua? Jika aku meminta maaf nanti dia bingung mengapa aku berbuat seperti itu, tapi kalau dibiarkan? Hm, sebaiknya aku biarkan untuk beberapa saat. Maafkan aku teman yang sudah merusak hari-hari bahagiamu.
(AIKO)
Seminggu yang akan datang, bibiku akan berulangtahun. Aku mulai sibuk dengan persiapan pesta yang nantinya akan dihadiri rekan-rekan bisnis bibi yang pastinya kaya-kaya semua. Mau tidak mau harus memperhatikan sekali mengenai penampilan. Jauh-jauh hari bibiku sudah memesan gaun untukku dipakai di pesta ulangtahun nanti. Bibiku juga berpesan agar tidak bertingkah memalukan di pesta nanti karena bisa merusak citra yang terpancar. Iya aku tahu, tanpa dikasih tahu pun aku akan menjaga tingkah lakuku. Aku hanya mengangguk-angguk menanggapinya.
(ARISA)
Ryosuke mengajakku belajar bersama, yang tanpa kusadari ia akan melakukan sesuatu yang membuat waktu berhenti berputar beberapa detik!
Kami(aku dan Ryosuke) berada di sebuah taman kecil dekat rumahku. Kami duduk di bangku taman di tengah taman depan air mancur kecil yang bertugas memperindah taman. Aku sedikit canggung karena aku tak biasa diajak Ryosuke diajak ke tempat serindang dan sesunyi ini.
“Apa yang ingin kau tanyakan kepadaku? Oya, kita kan beda fakultas, memangnya ada pelajaran yang sama?” Tanyaku, polos. Sebenarnya aku bingung harus memulai apa pembicaraan kami ini.
“Hm, lebih penting dari ini, mungkin kau tidak akan sadar.” Kata Ryosuke, suasana berubah menjadi serius, aku makin heran dan bingung.
“Suasana di taman enak sekali yah, jarang-jarang aku bisa merasakan keindahan ini, aku tidak mau semuanya berakhir begitu saja. Sama seperti seseorang yang sudah menemaniku sejak lama, aku tidak mau berakhir dan menghilang dari hadapanku. Aku ingin terus bersamanya.” Kata Ryosuke, sepertinya ia ingin curhat denganku.
“Siapa seseorang itu?” kataku.
“Aku ingin selalu bersamanya, jika tuhan mengizinkan, mungkin, aku bisa bersamanya, selalu.” Kata Ryosuke.
“Aku ingin kau selalu bersamaku, aku tidak ingin kau menghilang dari hadapanku, apa kau mau, menjadi pendampingku?” Tanya Ryosuke. Ia sama sekali tak menatapku. Pandangannya hanya terfokus ke satu arah. Ia menembakku.
“Eh? Kau..serius?” kataku, mengerutkan dahi karena aku masih bingung. Ryosuke hanya mengangguk lemah dan menatapku.
“Ahh, gimana yah..” kataku, mengalihkan pandanganku dari Ryosuke. Aku bingung sekarang.
Ryosuke tersenyum.
“Tak apa kalau kau tak mau jawab sekarang.” Kata Ryosuke, dengan suara yang lebih terdengar berbisik-bisik.
“Bu..bukan itu maksudku.. tapi..” kataku gugup, aku bingung harus berkata apa.
“Ehm, aku..aku..bersedia.” kataku, memejamkan mataku sambil mengacungkan kedua jempolku. Perlahan aku membuka mataku, terlihat Ryosuke sangat senang dengan keputusanku.
“Ahh, kau memang sahabat..eh pacarku yang baik!” kata Ryosuke sambil merangkulku.
(AIKO)
Aku sedang membuat adonan kue untuk suguhan makanan ringan di pesta nanti. Aku dibantu oleh saudara-saudaraku yang tinggal berdekatan dengan bibiku. Entah apa yang merasukiku kali ini, aku akan membuat kue yang termasuk kue favorit yang sering kubuat untuk Ryosuke. Ah, aku kembali mengingatnya. Perasaanku masih sakit namun sudah tidak seperti dulu lagi, mungkin kalau aku bertemu dengannya aku tak yakin perasaanku akan baik-baik saja.
(ARISA)
“Aachan.” Kata Ryosuke sambil menjilati es krim cone yang baru kami beli.
“Ya?” tanyaku.
“Entah mengapa aku ingin membuat kue, bagaimana kalau nanti sore kau ke rumahku untuk membantuku membuat kue?”
“Eh? Apa tidak mengganggumu?” kataku, merasa tidak enak.
“Ahh, tentu saja tidak. Mau yah?”
“Benar nih? Nanti malah aku merusak kue buatanmu, aku kan tidak bisa memasak.” Kataku.
“Hahaha, tenang saja, tak apa, aku lebih senang kita membuatnya, karena kita membuatnya dengan rasa cinta…”
“Eh?” sambil menunjukkan muka datar.
“Belum selesai nih kalimatnya, yah, walaupun akhirnya akan berantakan.” Kata Ryosuke dengan nada menyindir.
“HAHA, maksudnya apa yah?” kataku dengan menunjukkan tatapan sinis ala canda.
(AIKO)
“Fuuh, yokatta. Jadi juga akhirnya.” Kataku, mengusap keringat yang mengalir di dahiku. Ini kue terakhir yang akan disusun menjadi menara kue yang nantinya akan ditaruh di tengah meja. Semoga saja rasanya enak, batinku. Bibiku terkagum-kagum melihat hasilnya dan menyuruhku untuk segera berbenah diri supaya aku tampil cantik di pesta nanti.
* *
30 menit lagi aku harus sampai di acara pesta, padahal aku masih berdandan di salon yang jaraknya jauh dari rumah bibiku. Aku meminta kepada perias agar disegerakan namun perias ini termasuk tipe lamban dalam bekerja, mau tidak mau aku harus menunggu. Namun begitu melihat hasilnya, aku senang sekali karena make up ini adalah yang paling cocok untukku.
Aku segera masuk dan menyetir dengan kecepatan 80 km/jam. Cepat sekali. Jantungku terasa akan copot ketika mengendarainya. Tapi ini demi bibiku yang beliau itu tidak mau aku datang terlambat ke pestanya. Mau tidak mau aku pun menuruti perkataannya.
Bibiku terlihat bahagia ketika melihatku sudah sampai. Hm, tidak seperti biasanya tapi aku senang karena disambut dengan sukacita. Bibiku langsung menarikku untuk ikut ke dalam percakapan ibu-ibu (yang mungkin terdengar norak percakapannya) sembari mengenalkanku kepada rekan-rekannya. Suami bibiku hanya tersenyum mendengarnya.
Huft.. aku sudah mulai bosan. Aku pun keluar dari percakapan rekan-rekan bibiku untuk mengambil segelas minuman sirup. Aku baru mengambil ketika ada seorang laki-laki yang tak sengaja menumpahkan minumannya kepadaku. Ahhh!
“Eh? Sorry tidak sengaja, kau tak apa?” Tanya laki-laki itu.
“Ahh, daijoubu desu ne, hanya sedikit basah dan lengket karena kau menumpahkan sirup.” Kataku, berusaha dingin didepannya. Aku tak mau terlihat seperti orang marah.
“Sorry yah sekali lagi, kau bawa baju ganti tidak? Atau kau mau pakai jasku saja untuk menutupi gaunmu yang kotor?” tanyanya dengan lembut. Aku jadi tidak enak menolaknya.
“Eh? Tidak apa-apa gitu? Nanti kau mau pakai apa?” tanyaku. Aku masih tidak enak dengan kelakuan baiknya.
“Ohh itu, aku masih ada baju ganti kok.” Katanya. Lalu ia pun melepas jasnya dan memberikannya kepadaku.
“Makasih banyak yah, maaf merepotkan.” Kataku.
“Ohh, justru aku yang harusnya meminta maaf karena telah mengotori gaunmu. Maaf banget. Aku permisi dulu yah, ada perlu.” Katanya dan pergi meninggalkanku.
“Oiya, namamu sia…pa?” tanyaku, namun laki-laki itu tidak mendengar pertanyaanku. Hm, aku harus bagaimana supaya bisa mengembalikan jasnya tanpa mengetahui namanya. Semoga keberuntungan selalu berada di pihakku.
(ARISA)
“Umai.” Kata Ryosuke saat mencicipi kue buatan aku dan dia.
“Haha, kan bikinnya pake cinta. Laughing out loud banget itu.” Kataku menyindir sembari tertawa, ia hanya mencibir.
“Tumben yah masakannya bagus.” Kata Ryosuke balas menyindir.
“Eeh, emang biasanya juga bagus kan? Kau saja yang tidak tahu, kau kan sibuk mengobrol dengan Aiko.” Kataku asal. Namun aneh juga kedengarannya tiba-tiba aku membahas Aiko, raut wajah Ryosuke pun berubah.
“Ohh gitu.” Katanya datar.
“Eeto, maksudku bukan itu, anoo…” aku kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Dengan tatapan dingin, Ryosuke pun mencolek krim ke wajahku. Spontan aku berteriak.
“Ryosuke Yamada!! Awas kau yaaa!” kataku, membalas keisengannya itu. Kami tertawa bahagia.
(AIKO)
“Bajumu kenapa kotor?” Tanya bibiku saat pesta hampir usai.
“Ooh ini, tadi aku tidak sengaja menumpahkan sirup saat aku minum.” Kataku berbohong.
“Lain kali jangan diulangi yah.” Kata bibiku.
“Aiko masuk dulu yah, sudah larut malam dan capek juga.” Kataku.
“Ooh iya, kamu tidak mau menonton band dulu?” Tanya bibiku. Aku hanya menggelengkan kepala , aku sudah capek sekali hari ini. Aku pun pergi ke kamar dan mengunci pintu. Aku tak tahu bahwa band yang tampil adalah band laki-laki yang kujumpai tadi.
(ARISA)
“Satu..dua..tiga..empat..satu..duaaa!.” kataku sembari melakukan senam ketika tak sengaja dikagetkan oleh Ryosuke.
“Haha.” Ryosuke hanya tertawa singkat. Aku hanya menatapnya sinis.
“Puas kamu hah! Puas?!” kataku.
“Huu, so’-so’an acting marah gitu, emang bagus gitu? Mau jadi artis yah nanti?” kata Ryosuke menyindir.
“Hah, bisanya kau menyindir saja, memang tak ada hal lain yang tidak bisa dikerjakan apa?” kataku, balas menyindir.
“Kau jadi jago menyindir karena diajarin siapa sih?” Tanya Ryosuke.
“Yaa, siapa lagi kalo bukan sama orang yang hobinya menyindir, wee—“ kataku, meninggalkan Ryosuke yang sedang melihat kepadaku sambil melipat kedua tangannya.
(AIKO)
Aku terbangun karena sinar matahari yang menerpa wajahku. Aku pun bangun dan menyegerakan untuk bersiap-siap menuju kampus. Tak sengaja aku melihat jas itu dan teringat kepada laki-laki baik hati itu. Hm, semoga saja aku bisa bertemu dengannya agar aku bisa mengembalikan jas ini.
Bibiku menyuruhku sarapan namun aku tak mau, sebagai gantinya aku dibawakan bekal oleh bibiku, aku hanya menurut saja. Aku pun berpamitan dan segera pergi karena aku tak mau terlambat sampai kampus.
Berangkat ke kampus – belajar- mengejar-ngejar dosen untuk tugas praktikum dan pulang. Itulah keseharianku saat terdapat jadwal di kampus. Hidupku seperti untuk belajar dan belajar. Di universitasku ini, mahasiswa dituntut untuk sudah bisa menerapkan ilmu aplikasi(yang padahal dosen terus menerus memberikan ilmu teori, nol persen untuk ilmu aplikasi) dan itu memang sulit. Untuk itu, tak banyak waktu yang bisa kuluangkan hanya untuk bermain.
Aku berdiri, berpikir sambil memandang jas laki-laki itu yang kutaruh di kursi belajarku. Aku pun mengambilnya. Parfum baju yang mungkin lebih mirip baunya dengan parfum badan, masih saja lengekt di jas itu. Aroma maskulin, enak sekali baunya. Aku merogoh saku jasnya, bisa saja ada petunjuk yang bisa menunjukkan siapa pemiliknya. Aku menangkap sesuatu didalam saku jasnya. Kartu mahasiswa. Aku mengamati dengan teliti setiap tulisan. “Nakajima Yuto”
(ARISA)
“Aaah, lama-lama aku bisa gila hanya karena tugas ini.” Keluhku. Aku memang kurang bisa kalau disuruh membayangkan suatu objek, dan sialnya itu ditugaskan. Karena lelah, aku pun menyelipkan kertas tugasku di buku dan menyalakan internet. Disana aku bisa mencurahkan perasaanku semuanya dan semaunya. Tak lupa aku mengganti layout blogku yang sudah lama kupakai.
Hari ini Aiko online. Aku ingin mengobrol dengannya.
Arisa : Halo Aiko, lama tak jumpa
Aiko : Ahaha, iya sama, bagaimana kabarmu?
Aku diteriaki mamaku untuk makan malam bersama. Aku pun segera turun ke bawah dan menikmati makan malam, aku meninggalkan chat bersama Aiko. 30 menit kemudian, ketika aku sudah selesai menikmati makan malam, aku pergi ke kamarku untuk melanjutkan obrolanku dengan Aiko.
Aiko : hey, bagaimana kabarmu?
Aiko : hey, bagaimana kabarmu? Lagi apa?
Aiko : Hey gimana kabarnya nih?
Arisa : Iyaiya sabar, habis makan malam, hm, baik selalu kok,bagaimana denganmu?
Aiko : Iya baik juga, kabar Ryosuke bagaimana?
Arisa : Baik juga, dia sudah makin mahir menyindir tuh, kadang aku kesal.
Aiko membalasnya dengan sangat lama. Aku tidak sabar dan mulai kesal.
Arisa : Aiko? Aiko? Are you there?
Aiko : Ahh iyaiya, ooh itu, hm, tidak usah terlalu dipikirkan yah, dia memang seperti itu.
Arisa : Iyasih, mungkin sebaiknya dibiarkan saja. Makasih yah nasihatmu itu selalu manjur.
Aiko : Haha, samasama.
Arisa : Aiko, aku off dulu yah, makasih nasihatmu nih, oyasumi…
Aiko : Oyasuminasai, watashi no tomodachi.
(AIKO)
“Nama Nakajima Yuto, Universitasnya New Y..ork University?” aku memandang lekat-lekat tulisan itu. Aku terbelalak. Aku mengulanginya sekali lagi. “New York Uni..versity?” kataku, itu tidak bohong. Ternyata Nakajima Yuto itu satu kampus denganku.
Akhirnya aku menemukan identitas laki-laki itu. Hm, tidak terlihat paras Jepangnya, ia lebih mirip paras Amerika dengan hidung mancung, bibir tipis dan pipi tirus. Fuuh yokatta, tuhan masih memberiku keberuntungan berupa kemudahan.
Aku lupa menyebutkan kalau Nakajima Yuto itu belajar di fakultas hubungan internasional. Gedung fakultas kami tidak begitu jauh karena ruangan fakultas kami berada di dalam satu gedung. Saat pembelajaran telah usai, aku pun memberanikan diri untuk pergi menemui Nakajima Yuto itu. Ah, tidak sulit mencarinya. Ia sedang duduk dekat jendela sambil membaca buku. Awalnya aku tak berani masuk tetapi..
“Kau cari siapa?” Tanya seorang laki-laki yang melihat kepadaku, mungkin ia melihat aku sedang mencari-cari seseorang.
“Ooh, aku cari..cari Nakajima Yuto, dia ada disini?” tanyaku, padahal sudah tahu Yuto sedang duduk sambil membaca buku.
“Ada tuh, Yutoo, ada yang mencarimu.” Kata laki-laki itu.
Nakajima Yuto pun menghampiri laki-laki itu, memberi isyarat ada apa, dan menoleh ke arahku.
“Ooh, kau mencariku?” tanyanya, mungkin sedikit aneh denganku. Laki-laki itu pergi dari tempat kami akan berbincang.
“Ahh iya, aku mencarimu. Hm, aku mau mengembalikan jasmu yang kupinjam 2 hari lalu.” Kataku, lalu menyerahkan jas yang daritadi kupegang.
“Oh iya, jangan-jangan kau cewek yang itu yah? Hm, maaf yah atas perbuatanku kemarin.” Katanya lalu tersenyum kepadaku. Aku sedikit tersipu.
“Ahh gapapa, tenang saja, lagian itu sudah berlalu.” Kataku membalas senyumannya.
“Ohh ya, darimana kau tahu ini adalah jasku?” katanya, menaikkan sebelah alisnya pertanda heran.
“Soalnya kau menaruh kartu mahasiswamu di saku jasmu.” Kataku.
“Wah iya? Pantas saja kartuku hilang, hahahaha, hm, makasih ya. Boleh tau namamu siapa?” tanyanya. Hm, agak kaget dia tiba-tiba ingin mengetahui namaku. Nakajima Yuto mengulurkan tangannya pertanda berkenalan.
“Namaku Watanabe Aiko, panggil saja Aiko.” Kataku membalas uluran tangannya.
“Nakajima Yuto, kau boleh memanggilku Yuto.”
(ARISA)
“Hei Yuma.” Kataku sembari menyapa Yuma yang sedang berjalan menuju kampus.
“Hei Ris, waah ternyata kita satu universitas yah?” kata Yuma dengan nada datar.
“Ahaha, iya yah, padahal udah satu bulan lebih disini, tapi baru sadar sekarang, aku juga baru sadar kok. Oya, bagaimana kabar ibumu? Lalu kau tinggal dengan siapa disini?” kataku dengan pertanyaan yang macam-macam. Yuma bertindak biasa saja, sepertinya ia tahu kebiasaanku, maklum kami pernah bersahabat cukup lama.
“Ibuku baik-baik saja, kadang menanyakan kabarmu. Kubilang sih baik-baik saja. Aku tinggal di apartemen kecil, lumayan jauh dari sini, aku mencari yang murah soalnya, kau tahu kan kondisi perekonomianku seperti apa.” Jawabnya.
“Waah, kapan-kapan kita bisa share bareng lagi yah? Hm, ngomong-ngomong kau sudah kenal dengan Ryosuke belum?” kataku.
“Yang waktu pas sehabis ujian ngobrol denganmu? Aku ingat mukanya tapi kami belum kenalan.”
“Nanti deh aku kenalin kamu ke Ryosuke. Pasti dia senang karena dia punya kenalan baru di kampus ini.”

to be continued
feel free to comment this story, thank you :)

No comments:

Post a Comment